MUDZAKARAH ULAMA

ومن الناس والدّواب والانعم مختلفٌ الونه كذلك انما يخشى الله من عباده العلماء انّ الله عزيزٌ غفورٌ ـ

Rabu, 25 Maret 2009

Tanya Jawab Tentang Solusi al Quran Terhadap Permasalahan Ummat Islam

Apakah ulama yang tergabung dalam Dewan Perancang Mudzakarah Ulama mengabaikan berbagai issu dan keterpurukan ummat Islam di dalam negeri kita?

Sama sekali tidak, justru harapan seluruh anggota DP3MU dengan agenda yang kita usung ini akan memberikan solusi tuntas terhadap permasalahan ummat manusia, khususnya saudara-saudara kita. Seluruh program dan tahapan langkah kita diupayakan mengacu kepada petunjuk al Quran dan Sunah Rosul. Kita yakin ketika satu saja saudara muslim kita terluka maka sakitnya terasa kepada seluruh tubuh kita, itu prinsip. Dan kita yakin itu suatu ujian terhadap kualitas iman dan amal kita yang mesti terjadi dan memang harus dihadapi.

Bagaimana terhadap kasus yang lagi santer seperti pemurtadan, munculnya aliran sesat, maraknya perdukunan, sekularisasi dan sebagainya, apa solusinya?

Pertama, kita harus yakin bahwa hanya dengan niyat dan langkah yang benar menurut tuntunan al Quran dan Sunah Rosul semua permasalahan itu akan teratasi dengan izin Allah. Mustahil dalam ajaran Islam tidak mampu memberi solusi yang tepat. Tinggal kita mau atau tidak. Pertama secara internal meningkatkan imunitas aqidah dengan dakwah menyebarkan ajaran sunah. Kedua mengatasi akar pokok penyebab kerusakan ummat, dengan mengambil contoh siyasah yang dituntunkan rosul kita.

Konkretnya bagaimana?

Mari kita ingat kembali dua contoh yang dituntunkan rosul. Pertama strategi hijrah dan kedua peristiwa perang tabuk. Sebelum hijrah ke madinah banyak umat Islam yang tertindas di bumi Makkah, satu contoh seperti Bilal. Ia dibebaskan dan ditolong oleh Abu Bakar as Siddiq atas inisiatif sendiri. Periode makkah merupakan masa penanaman aqidah dan masa ummat Islam diuji kesabarannya dengan berbagai tekanan orang-orang musyrik. Setelah terjadi hijrah lalu Ummat Muslim sudah menerapkan sistem kepemimpinan yang dipandu rosulullah maka setiap ancaman yang menerpa ummat muslim selalu dihadapi secara bersama dan terpimpin oleh rosulullah.

Artinya saat ini kita baru mampu menghadapi permasalahan secara parsial menurut kapasitas dan kemampuan tiap (ulama) di tempat masing-masing. Karena kita belum diberi Allah pemimpin sebenarnya dan belum ada kesepakatan antara ulama sedunia. Saat ini kita perlu berbagi tugas, tapi belum dapat terkoordinasi secara baik dan benar. Kita sekarang baru bisa membantu seadanya, mendakwahkan Islam dan memotivasi kesabaran mereka yang tertindas serta mendoakan. Langkah jihad secara shaffan baru dapat dilakukan jika waktunya telah tepat sesuai rencana Allah dengan dimunculkannya Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwah seperti tersebut dalam hadits rosulullah. InsyaAllah kita sedang menuju ke sana.

Kemudian dalam al Quran kita diperintahkan untuk mengatasi aulia (pemimpin) syaithon bukan sekedar pionernya. Apabila dalangnya telah tercabut, tentu para aktornya akan lemah. Pelopor syaithon (sifat jahat) ini kita fahami bersama adalah sumbernya dari golongan Ahli Kitab dengan dua sistem organisasi raksasa mereka yang mendunia sebagai benteng mereka yang diamtsalkan al Quran akan runtuh melalui ‘tangan’ mereka sendiri dan ‘tangan’ orang-orang mukmin (Qs.59:2). Merekalah sebenarnya sumber kerusakan di setiap negeri. Jangan kita melihat bara apinya tapi terpokok mari atasi sumber asal apinya.

Jika dilihat dalam konteks global sekarang ini, dimana seluruh negara di dunia telah tergabung dalam pekatnya sebuah arus yang dibuat ahli kitab. Arus ini jika dibaratkan sebuah aliran sungai yang hulunya dikuasai mereka. Sedangkan negeri kita terintegrasi dengan mereka melalui anak-anak sungainya. Maka wajar anak sungai (negeri) kita ikut terimbas keruh. Maka kurang tepat jika kita disibukkan menjernihkan anak sungai ini, karena kita pasti akan lalai terhadap penyebab pokoknya, disamping hasilnya kurang efektif dan efisien mengenai sasaran. Akibatnya kita akan saling menyalahkan dan berbenturan sesama anak bangsa. Tentu pihak mereka senang melihat kita bermusuhan dan saling menghancurkan.

Kita seharusnya melihat apa sesungguhnya yang terjadi jauh di hulu sungai tersebut. Disana dapat kita lihat “gajah-gajah” yang berkubang membuat keruh sampai ke muara dan anak-anak sungai. Maka tugas kitalah untuk ‘menggiring’ dan ‘mengamankan’ mereka agar seluruh aliran sungai kembali jernih.

Mengapa kita berencana mengundang Ulama sedunia untuk bermudzakarah, bukankah lebih baik menyelesaikan permasalahan di rumah tangga (negeri) kita dahulu baru ke tahap rumpun melayu kemudian tingkat dunia?

Mudah-mudahan inilah antara lain ittibar yang coba kita ittiba’i dari peristiwa perang Tabuk. Kita ketahui bahwa perang tabuk terjadi sebelum Fathul Makkah. Ancaman yang disongsong dalam tabuk lebih besar dan kuat dari ancaman musyirikin di Makkah jika dianalisa secara rasio fikiran. Karena dalam peristiwa Tabuk rosul memerintahkan para sahabatnya untuk menyongsong pasukan Kekaisaran Romawi Timur yang besar jumlahnya, jauh dan luas wilayahnya. Begitulah Allah menyusun rencanaNya untuk menguji ketaatan hambaNya dan untuk membuktikan janji-janjiNya. Ternyata rosul dan sahabat-sahabat setianya memperoleh kemenangan yang mudah.

Sedangkan secara logika kita yang awwam tentu akan memilih resiko yang lebih kecil yaitu memasuki Makkah baru kemudian mengembangkan sayap ke luar negeri. Inilah ittibar yang dapat kita ambil pelajarannya. Bahwa tahapan yang kita bangun harus menyesuaikan dengan apa yang telah dicontohkan rosul kita yang mungkin bertentangan dengan rasio kita yang dangkal. Pelajarannya antara lain, disatu sisi Allah telah berjanji kepada rosulNya bahwa mereka akan memasuki rumah mereka (makkah) dengan aman. Di sisi lain dengan kalahnya pasukan romawi timur memberi psywar kepada orang-orang musyrik di dalam negeri (makkah) yang memusuhi Islam. Tentunya hati mereka bertambah kecut melihat kejayaan rosul dan ummat Islam melawan tentara romawi. Akhirnya tahun berikutnya rosul dapat membebaskan negerinya (makkah) dengan aman tanpa pertumpahan darah.

Dengan mengikuti ittibar peristiwa hijrah dan Perang Tabuk, maka insyaAllah permasalahan rumah tangga (negeri) kita dan setiap negeri muslim akan teratasi secara utuh dan komprehensip sampai ke akar-akarnya jika sumber pembuat masalahnya sudah diatasi Allah melalui tangan hamba-hambaNya. Diawali dengan adanya kesepakatan para ulama sedunia. Namun yang perlu digaris bawahi tujuan kita bukanlah menggapai atau merebut kekuasaan, karena tegaknya aturan Allah dan munculnya Khilafathul Muslimin merupakan hak mutlaq, rahasia dan kekuasan Allah. Janji Allah pasti dibuktikanNya meski mungkin beberapa masa lagi dimana kita sudah tiada, namun wajib kita yakini. Tujuan kita semata-mata mencari ridho Allah dan memohon dicatat sebagai syuhada (Qs.3:53).

Terakhir, mengapa ulama yang dijadikan sorotan dalam mudzakarah ini?


Tentu ada sebabnya, karena memang al Quran dan al Hadits yang shohih memberitakan hal ini. Al Ulama adalah kedudukan yang diberikan Allah kepada hamba-hambaNya tertentu. Mereka sosok yang paling mengenal Allah dan bertaqwa kepada Allah, setelah tiada lagi rosul yang diutusNya. Perbaikan ummat diamanahkan Allah kepada mereka. Merekalah ahlinya dalam mengatur ummat dengan syariat Allah. Jika permasalahan kemanusian diserahkan kepada masyarakat awwam maka sama saja menyerahkan sesuatu masalah kepada bukan ahlinya, maka tunggulah masa kehancurannya seperti yang dipesankan rosul kita. Ummat muslim umumnya mari kita ajak untuk menjadi anshorullah (penolong dinullah) dengan menginfaqkan harta dan potensi diri masing-masing. Wallahu’alam.

Disarikan dari kaderisasi Mubaligh Sunnah Panpel Mudzakarah Ulama

Senin, 23 Maret 2009

Tahapan Menuju Janji Kemenangan Islam



Pada tanggal 17-18 Rabi’ul Ula 1430 H bertepatan 14-15 Maret 2009 M, telah dilaksanakan Musyawarah Pleno ke 4, Dewan Perancang dan Panitia Pelaksana Mudzakarah Ulama (DP3MU). Acara berlangsung sejak pagi hari hingga malam harinya di auditorium Yayasan Amanat Kesejahteraan Umat Islam (AKUIS) Pusat Palembang. Musyawarah ini merupakan agenda rutin tiap semester (6 bulan) sejak tahun 2007 sampai menjelang rencana Mudzakarah Ulama Rumpun Melayu yang insyaAllah pada tahun 2010. Tujuan musyawarah ini antara lain adalah pematangan persiapan menuju perhelatan utama, yaitu mengundang Ulama Serumpun Melayu yang meliputi wilayah Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Filiphina, dan Timor Leste untuk bermudzakarah, membangun kesatuan hati (tansiq) dan kesepakatan kerja. Karena setelah tiada lagi perutusan Rosul, maka pada pundak ulama, Allah melalui rosulNya meletakkan amanah risalah dan amanah seluruh makhluq. Pada lisan dan tangan ulama dapat diumulai langkah perbaikan ummat dan pembelaan terhadap yang benar (haq).

Dalam Musyawarah Pleno ke 4 ini, diikuti bukan saja oleh Ulama yang sudah tergabung dalam DP3MU, tetapi juga dari ulama yang diundang dalam kegiatan sosialisasi. Mereka umumnya para tokoh penggerak ummat dan pembela Islam yang gigih. Diantara peserta yang baru pertama kali hadir adalah Tuan Guru Muhammad Mirza (Jambi), Ustadzah Euis Srimulyati (Bandung), Buya Abdullah Shoefi (Jambi), Syaikh Muhammad Makmun (Pandeglang), Ustadz Sabil Ro’un (Jakarta) dan Syaikh Ahmad Hariadi (Garut), serta masih banyak lagi yang belum sempat kami sebutkan.

Diantara keputusan yang dicapai pada musyawarah pleno kali ini adalah penambahan anggota DP3MU dari peserta yang baru hadir, penambahan perwakilan di beberapa wilayah, serta perencanaan sosialisasi ke wilayah Indonesia Tengah, Timur dan Negara Tetangga dengan beberapa kafilah. Selain itu program-program pokok semakin dikerucutkan. Tanggapan peserta musyawarah umumnya sangat posistif dan optimis serta memberikan evaluasi kinerja DP3MU yang masih belum maksimal. Dukungan peserta sangat disyukuri bersama, dengan ditandai kesedian untuk terlibat secara aktif mempola program ini serta membantu dengan pengorbanan hartanya.

Mudah-mudahan apa yang diputuskan dalam musyawarah kali ini akan membawa dampak positif khususnya bagi ummat Islam. Terutama yang diharapkan adalah ridho dan pertolongan dari Allah. Harapan kita adalah kiranya segenap Ummat Islam dapat menyambut secara positif dan mendukung dengan pengorbanan harta dan jiwanya terhadap program menyambut janji kejayaan Islam dari Allah Subhanuwata’ala (Qs.9:33, 59:2, 33:27 dan HR.Muslim, Ahmad). Kiranya Allah mengabulkan harapan ini dan mencatat kita sebagai saksi atau syuhada (Qs.3:53) akan tegaknya Hukum Allah di seluruh penjuru bumi, insyaAllah. (Bid.Data&Publikasi PPMU)

sumber : www.al-ulama.net

Minggu, 22 Maret 2009

Sumbang Saran dan Kritik #1

Wawancara dengan Syaikh Abdullah Soefhie*)

Bagaimana dengan kondisi ummat Islam sekarang?

Yang sangat mendasar terlanda di umat Islam sekarang ialah pendangkalan aqidah. Umat Islam hampir kehilangan jati diri karena ikut-ikutan umat di luar Islam. Rosul SAW juga telah memberi sinyal sekaligus peringatan bahwa umat Islam akan ikut-ikutan dengan pola di luar Islam, sehingga kalau mereka masuk lubang biawak kamu juga akan ikut serta. Bahkan kalau ada diantara mereka yang berzina dengan ibu mereka sendiri juga terjadi pada kamu, karena pernah terjadi pada ahli kitab terdahulu dan ini akan terjadi pada umat Islam. Ini hanya dalam segi moral belum lagi dari segi aqidah.

Sisi aqidah, kita lihat fenomena yang terjadi di umat seperti kasus dukun cilik ponari, belum lagi kasus Seikh Baba di India. Jadi sekarang mereka terinvasi oleh para pioner-pioner dajjal. Kalau dajjal hakiki itu belum keluar, nanti di akhir zaman. Tapi mengapa dari zaman sahabat 15 abad yang lalu nabi telah mengajarkan sahabatnya saat mengakhiri sholatnya dengan berdoa “aku berlindung padamu dari azab jahanam,azab kubur dari godaan hidup dan mati dan fitnah al masihi dajjal. Sedangkan mereka belum bertemu secara fisik dengan dajjal hakiki, tapi pioner-pionernya telah mendahului seperti Musailamah al kazab yang mengaku nabi, abu alshod alinzi di Yaman, Tuleha alasyadi dan lainnya.

Menurut Syaikh sendiri apa yang menjadi faktor utama kondisi umat itu menjadi lemah?

Ya itu tadi karena salah aqidah, bisa menegakkan Daulah Islam itu karena kokohnya aqidah, kalau ini rapuh..??!!

Mengapa itu bisa terjadi?


Nah kalau sampai disitu anda bertanya, kalau saya bilang itu kesalahannya ditangan ulama nanti salah nanti, orang bilang kita mau menang sendiri. Inilah ulama harus menanam dasar-dasar aqidah, jadi banyak yang disampaikan itu hanya kulit-kulit Islam bukan dasarnya.

Menurut Syaikh sendiri apa pandangan dan harapannya?

Saya sangat optimis sekali, mudah-mudahan ini impian yang akan menjadi kenyataan tinggal lagi cepat atau lambat Insya Allah, asal betul-betul kita ini tidak asal-asalan tapi memang mau bekerja keras dalam arti jihad.

Apa yang harusnya segera kita lakukan untuk mendukung program MU?


Ya kita membangun ulama yang masih tidur, kita punya aset cukup, tapi maaf semangat jihadnya sudah lemah dan visi misinya sudah kabur. Kadang-kadang ini pengaruh aqidah juga.

Saran untuk muzdakaroh ini ?

Ya, memberi sumbangan berupa pikiran- pikiran untuk menuju terwujudnya cita-cita luhur mudzakarah ulama ini.

Bagaimana saran bagi Panitia Mudzakarah Ulama?


Pertama, Mudzakarah Ulama ini adalah pekerjaan kita yangbesar. Jadi komite pencari Ulama perlu lebih gesit lagi mendata keberadaan ulama, tapi ulama yang konsisten dengan al Quran dan Sunnah. Bukan ulama yang banyak masih mengerjakan bidah. Untuk apa kita banyak menambah dari segi kuantitas tapi segi kualitas tidak kita perhatikan, maksudnya kita kalau bisa memasyarakatkan sunnah nabinya. Apalagi pada masyarakat memang banyak kerusakan, yang paling mendasar kerusakan aqidah. Melalui forum seperti ini terjadi tukar informasi dimana yang kurang dan timpang demi kesempurnaan amar bil makruf nahyu ‘anil munkar. Menegakkan sunnah mencegah bidah sekaligus dalam hal pemurnian aqidah disamping pertahankan aqidah dari arus pemurtadan dimulai dari murnikan kita yang ada ini.

Kemudian evaluasinya berkenaan dengan acara Musyawarah Pleno IV kemarin, jadi untuk kedepan bisa lebih baik lagi?


Itulah dari satu sisi saya puas dengan adanya semangat dari mereka yang hadir dan ide dari panitia dan yayasan, sementara banyak dari hadirin ini tidak tahu eksistensi dan keberwujudan dari tujuan kita itu, sehingga pembicaraannya banyak yang mengambang. Seperti seolah-olah orasi atau kompetisi. Untuk itulah kami menyampaikan rambu-rambu karena pembicaraan kita sudah keluar dari koridor bingkai yang dimaksud. Kita kan bermusyawarah untuk menuju suatu perhelatan akbar, dalam hal ini muzakarah ulama serumpun melayu, kok tiba-tiba melenceng sejauh ini. Itulah ketidakpuasan kita itu banyak diantaranya belum memahami maksud dari program ini. Tapi insya allah ke depan mudah-mudahan mereka mengerti. Insya allah kita bertemu lagi di Musyawarah Pleno ke V DP3MU.


*)Kegiatan sehari-hari selain sebagai pengurus Ponpes Al Manar, juga tergabung dalam Pimpinan Daerah Muhammadiyah dalam Majelis Tarjih Jambi. Berdakwah keliling ke pengurus daerah Muhammadiyah.

Rambu-Rambu dalam Musyawarah dan Mudzakarah


Syaikh Abdullah Shoefie *)

Banyak tokoh Islam menyamakan antara musyawarah dengan demokrasi. Musyawarah sudah berusia 15 abad. Demokrasi dipopulerkan oleh Seraglio Montesquieu (mati pada tahun 1755). Akar kata demokrasi dari dua suku kata : demos dan crates yang maknanya kekuasan di tangan orang banyak.

Jika diperhatikan tema pertemuan kita pada saat ini adalah “Musyawarah Pleno IV Menyongsong Mudzakarah Ulama 2010”. Maka jangan sampai melebar isi pembicaraan kita, terlebih dahulu kita fahami kembali makna dalam kalimat tersebut. Denagn demikian kita akan mendapatkan rambu-rambu dalam mengeluarkan pernyataan. Selain itu jangan sampai dibelakang hari kita kecewa, jangan sampai kita menyesal dalam bermusyawarah. Karena dalam sebuah istilah dikenal kalimat berikut :

لا فاب من استفر
و لا نجم من استشر

(Tidak akan kecewa orang yang mengadakan koreksi)
(Tidak akan menyesal orang yang mengadakan musyawarah). Inilah suatu prinsip dalam Islam.

A. Arti Musyawarah


Musyawarah selain memang perintah secara eksplisit (syarah) dalam al Qur-an Surah Ali Imran 159 yang datangnya dlm wujud amr/perintah :

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ (١٥٩)

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.


“Wasyawirhum fil amri” (“bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan kalian”). Juga datang dari wujud khabariyah sebagai suatu yang sangat baik “Wa amru syuhadainahum (dan urusanmu saling saksikan).

Musyawarah artinya meminta pendapat orang banyak yang didasari otak yang jernih, fikiran yang waras, dan akal yang sehat. Kemudian sikap kita terhadap pendapat yang banyak tersebut adalah mengacu kepada petunjuk al Qur-an surah Azzumar ayat 17-18 :

فَبَشِّرْ عِبَادِي الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ

“…..sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku,yaitu orang-orang yang mendengarkan fatwa-fatwa, lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya….”

Ahsan artinya “yang paling baik” karena berbentuk ism tafdil. Artinya menambil ; memilih yang paling baik. Sedangkan yang terbaik adalah yang bersumber dari al Qur-an, (Qs. Azzumar : 23).

اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ

“Allah telah menurunkan Perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran…”

B. Arti Mudzakarah dan Ulama

Bi nadnya dari musyawarakah, berasal dari kata zakarah – yuzakiru (kata kerja yang dilakukan bukan perorangan tapi secara interaksi). Artinya saling ingat mengingatkan, yaitu semacam buah dari nasihat. Nasihat tulus berangkat dari ketulusan yang memang ajaran din kita. “Addinu nashihah” (al hadits). Ajaran din kita sebagian besar berangkat dari sikap loyal atau tulus. Jadi, apapun yang kita keluarkan sebagai pendapat hendaknya berangkat dari pangkalan nasihat, ketulusan, atau loyal. Jadi tergantung nawaitu (niat) masing-masing.

Ulama artinya orang yang mengetahui ; pandai, tapi sebagai manusia kita punya kelemahan, tentu perlu saling ingat mengingatkan. Dan memang peringatan adalah memberi manfaat bagi mukmin “ wadzakir, fainna zikro tanfaul mukminin”. Dalam hadits “Addinu nashihah funa liman lillah wali kitabi wali rosulihi wa lil a’imatin muslimin. Pemimpin muslimin dalam hadits ini termasuk ulama –insyaAllah, saya lebih condong (maksudnya) kepada ulama, bukan umara’.

Ulama adalah jamak taksir dari aalim (orang yang mengetahui). Artinya pengenalan atau pengetahuan orang itu (terhadap sesuatu) adalah 100 persen. Sedangkan umumnya apa yang kita lihat adalah yang sesuai dengan kenyataan. Kalau masih separuh-separuh pengetahuan kita, misalnya belum sampai 50 persen maka itu belum dikatakan ilmu tapi wahn. Bila bimbang, ragu-ragu atau 50:50, baru syak namanya. Bila 50 % + 1 walaupun sampai 90 persen baru dzon namanya. Ilmu artinya tahu persis permasalahan.

Maka bagi kita yang diberi beban oleh suatu ummat dan lembaga dengan predikat ulama, ini merupakan suatu tantangan untuk menambah perbekalan, asset pengetahuan, sehingga kita betul-betul tahan uji. Risalah Muhammad Rosulullah pun dibekali dengan al huda’ al ulumul nashihah (kata para ulama tafsir). Antara lain yang disampaikan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz (Ketua Majelis ulama Saudi, saat membuka musyawarah Rabithah ‘Alam Islami).
Kita diminta bekerja keras untuk menambah pengetahuan, sehingga benar benar tahu persis 100 persen. Seperti perkalian 2x2 = 4, bukan sama dengan enam. Menurut Rosulullah, ulama itu ada yang asshoghir dan akaabir. Tercermin dalam hadits beliau : “ma yadzalun nafsu bi khoiri ma ahadul ilma ‘inda akaabir auka wafa (senantiasalah ummat ini dalam kebaikan sepajang mereka mengambil ilmu dari akaabir).

Untuk memahami makna Ulama akaabir dan ulama ashoqir dengan memahami suatu kaidah ushul. Sesuatu hal itu lebih dikenal jika diketahui lawannya. Contoh kita tidak tahu persis arti kata ‘adil jika tidak tahu arti dholim. Juga arti makruf dari lawannya munkar.

Secara etimologis akaabir artinya orang besar (penggede) dan ashoqhir artinya (orang kecil). Namun secara ilmu tafsir bermakna lain. Diambil dari sebuah hadits, nabi SAW:

“min assyirothi sa-ah ayyu sabasari ilmu ‘inda alshoghir” (antara lain sebagai prolog /muqadimah datangnya hari qiyamat diambang pintu, yaitu orang mengambil ilmu dari ashoghir).

Mufasir berpendapat ashoqir hum ahlul bid’ah (ashoqir adalah ahli bid’ah). Mereka ulama tapi bergelimang dengan bid’ah. Maka kita dituntut mensterilkan ummat dari khurafat thayul bid’ah dengan terlebih dahulu membersihkan diri kita. Supaya ulama kita berada pada kedudukaan akaabir. InsyaAllah.

*)Peserta Musyawarah Pleno IV DP3MU

Jumat, 20 Maret 2009

REPORTASE MUSYAWARAH PLENO IV DP3MU


Dengan mentela’ah petunjuk Allah SWT melalui Kitab-NYa yaitu Al Qur'an, akan memberikan satu pemahaman yang tegas, bahwa hanya dengan menegakkan hukum Allah-lah kehidupan di alam semesta ini akan berjalan sesuai dengan fitrahnya dan pada akhirnya akan melahirkan kesejahteraan, kedamaian, dan kemakmuran yang tiada bandingnya. Inilah keberkatan yang akan dimunculkan oleh Allah SWT, apabila hukum Allah ditegakkan di muka bumi ini.


Di dalam Al Quran, Allah SWT telah memberikan panduan yang jelas bahwa penegakan syari’at Islam sudah dirintis dari zaman nabi Nuh as sampai kepada nabi Muhammad SAW [Qs. As Syuro : 13], yang kesemuanya merupakan satu langkah yang berkesinambungan, penyempurnanya terletak pada rasul terakhir yaitu nabi Muhammad SAW, melalui Al Quran Surah At Taubah : 33, dijelaskan bahwa di akhir zaman akan di tegakkan hukum Allah secara mutlaq diseluruh dunia atas izin-NYa. Melalui ayat ini Rasulullah telah memandukan kemudian dilanjutkan melalui peran khulafa Ar Rasyidin sebagai khalifah kenabian dengan masa perjalanan selam 30 tahun. Inilah panduan mutlaq bagi orang-orang yang menjemput datangnya Daulah Islam Dunia yang dijanjikan Allah.

Gambaran diatas merupakan i’tibar bagi hamba-hamba Allah yang bergerak menyongsong janji Allah yaitu berupa perjalanan kehidupan umat manusia dalam usahanya menegakkan Hukum-hukum Allah, yang dipelopori oleh para Rasul-Nya. Perjalanan menegakkan hukum Allah ini melalui dua fase yaitu fase pertama dilandasi oleh Kitab Taurat, Zabur, dan Injil, tapi dalam perjalanannya telah dirusak oleh penyimpangan pendeta-pendeta dan rahib-rahib karena berpandangan materialistik duniawiyah [Qs.At Taubah:34], sedangkan fase yang kedua dilandasi oleh Al Qur-an dan Sunnah Rasulullah SAW dengan pandangan utama kebangkitan ‘Ulama, Al ‘Arif, dan Al Khowasy dalam rangka membangun kembali citra perjalanan Islam menuju janji Allah.

Dari sinilah dituntut peran ulama untuk bermudzakarah membentuk suatu kesepakatan [Qs. Al Baqarah:208] dengan dilandasi penyatuan hati (tansiq) dalam sebuah tandzim untuk menjemput Janji Allah yaitu tegaknya Daulah Islam Mendunia, yang tentunya melalui tahapan-tahapan yang jelas [Qs. Al Insyiqaaq :19]. Sekarang ini Dewan Perancang dan Panitia Pelaksana Mudzakarah Ulama Serumpun Melayu (DP3MU) secara bersama-sama membuat suatu tahapan-tahapan yang dilandasi Al Qur’an dan Sunah Rasul yang Shoheh untuk menjemput daulah Islam Mendunia, yang diawali dengan Mudzkarah Ulama se-Sumatera di Asrama haji, Sumatera Selatan pada tahun 2006, kemudian dilanjutkan dengan mudzakarah Ulama se-Rumpun Melayu yang Insya Allah pada tahun 2010 yang akan datang dan pada akhirnya nanti mudzakarah Ulama se-Rumpun Melayu pada tahun 2015. Dalam perjalanannya untuk menghadapi setiap mudzakarah Ulama, dirancanglah tahapan-tahapan berupa sosialisasi keberbagai daerah di seluruh nusantara, musyawarah harian dan Pleno-pleno. Sampai saat ini Dewan Perancang dan Panitia Pelaksana Mudzakarah Ulama Serumpun Melayu (DP3MU) sudah melaksanakan sepuluh kali musyawarah harian dan sudah melaksanakan empat kali musyawarah Pleno.

Musyawarah Pleno IV dilaksanakan oleh Dewan Perancang dan Panitia Pelaksana Mudzakarah Ulama se-Rumpun Melayu pada tanggal 14 – 15 Maret 2009 yang lalu di Auditorium Yayasan AKUIS Pusat Palembang, seperti biasanya mengalami banyak peningkatan yaitu antara lain :

1. Kesediaan peserta yang baru untuk bergabung dalam Dewan Perancang Mudzakarah Ulama (DPMU).
2. Kesediaan peserta untuk berinfaq fi sabilillah guna menunjang kelancaran Mudzakarah Ulama Rumpun Melayu (MURM)
3.Banyaknya didapat informasi-informasi tentang keberadaan Ulama di Rumpun Melayu.
4.Kesediaan Ulama untuk mendampingi Panitia Pelaksana bersosialisasi di Wilayah Indonesia dan Negara-negara yang termasuk dalam Rumpun Melayu.

Selain itu Pleno IV juga menghasilkan penyempurnaan dari rumusan-rumusan kesepakatan terhadap Pleno – pleno sebelumnya, yang nantinya akan menjadi acuan dalam Mudzakarah Ulama serumpun Melayu.

Dalam menyongsong Mudzakarah Ulama se-Rumpun Melayu tahun 2010 yang akan datang, Panitia Pelaksana membuat tahapan-tahapan antara lain:

1. Pengkajian Al Islam

Agar langkah dan tahapan-tahapan kerja ini tetap terjaga kemurnian dan kebersihannya serta senantiasa berjalan berdasarkan petunjuk Al Quran dan Al Hadits Shahih, maka DP3MU Serumpun Melayu bersepakat untuk mengadakan Pengkajian Al Islam yang dikemas dalam bentuk Kaderisasi Mubaligh Sunah (KAMUS). Kaderisasi ini dilaksanakan secara intensif dan berkesinambungan setiap pekan serta didukung oleh aktivitas Tadabbur Al Quran (Qs. An Nisa : 82) yang dilaksanakan setiap pagi hari. Aktivitas Pengkajian Al Islam ini dilaksanakan di Auditorium dan Masjid Al Muqoffa Yayasa Amanat Kesejahteraan Umat Islam (AKUIS) Pusat Palembang.

2. Sosialisasi

Dalam upaya menyebarluaskan informasi selengkap-lengkapnya tentang Program Mudzakarah Ulama Serumpun Melayu yang Insya Allah diselenggarakan pada tahun 2010, DP3MU melalui Panitia Pelaksana memandang perlu mengadakan sosialisasi kepada seluruh komponen ummat Islam di berbagai wilayah dan negara yang berada di dalam kawasan Rumpun Melayu. Selain itu dibuat juga situs resmi http// www.al-ulama.net dengan harapan informasi tentang eksistensi Mudzakarah Ulama Serumpun Melayu dapat dengan mudah diakses dan diperoleh.

3. Musyawarah

Kemudian salah satu tahapan yang dirasakan perlu untuk mensukseskan program Mudzakarah Ulama Serumpun Melayu 2010 adalah melaksanakan musyawarah-musyawarah yang disusun secara berkala dan berkesinambungan yaitu antara lain:
a.Musyawarah Harian, yang dilaksanakan setiap bulan guna memperoleh informasi-informasi penting seputar perjalanan DP3MU
b. Musyawarah Pleno, yang diselenggarakan secara periodic setiap enam bulan guna memperoleh satu pemahaman dan kebulatan tekad dalam kberseamaan, serta membahas rencana dan program kerja DP3MU kedepan. Untuk menuju Mudzakarah Ulama Serumpun Melayu 2010, insya Allah masih ada 2 kali tahapan Pleno yang akan ditempuh.
c. Musyawarah Khusus, musyawarah in diselenggarakan secara khusus oleh DP3MU apabila didalam proses perjalanannya ditemukan suatu permasalahan khusus yang dipandang penting untuk dibicarakan dan diputuskan secara bersama.

Untuk ini bagi saudara-saudara muslim, kami menghimbau dan mengajak untuk bersama-sama bersegera menjemput janji kemenangan Islam dari Allah dengan menempatkan diri selaku anshorullah. Dengan menginfaqkan harta serta mengerahkan potensi pribadi. Mudah-mudahan Allah beserta kita.

Kamis, 19 Maret 2009

Beberapa Faktor Kekalahan Muslim

Syaikh Ahmad Hariadi *)




Dua hari menjelang pleno ke IV DP3MU, tamu undangan mulai berdatangan. Diantaranya Ustad Ahmad Hariadi dari Jawa Barat. Maka ba’da sholat subuh esok harinya, Jum-at 16 Rabiul Ula 1430 H beliau di daulat untuk mengisi Kuliah Subuh di Masjid al Muqoffa di Komplek AKUIS, yang biasanya diisi oleh Ustad Muhammad Bardan Kindarto. Dalam kesempatan itu beliau memberikan uraian tafsir al-quran surah al Maidah ayat 105.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ


“ Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk, hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, Maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”


Allah berjanji kepada hambaNya yang beriman bahwa sedikitpun orang-orang sesat (kafir) tidak dapat mengalahkan mukmin. Diatmbahkan lagi dalam Surah Ali Imran 139:


وَلا تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الأعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ


“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”

Sejarah membuktikan pada masa Rosulullah dan Khulafaurrasyidin hidup ada dua kekuatan Negara adidaya, yaitu Roma dan Persia. Namun keduanya tidak dapat mendatangkan kemudharatan bagi ummat mukmin. Justru keduanya akhirnya mau tunduk menerima Dinul Islam. Semuanya dikarenakan mereka generasi yang memenuhi criteria mukmin sebenarnya. Yaitu benar aqidah, akhlaq, ilmu, pola fikir, dan ‘amal (karya). Dengan persyaratan ini maka Allah mengangkat derajat mereka atas orang kafir.

Mencermati kondisi mutakhir sekarang, seharusnya ummat muslim harus banyak intropeksi ke dalam. Mengapa kita selalu kalah saat ini? Apakah janji dalam al Qur-an yang salah atau jangan-jangan dalam tubuh muslim sendiri ada sesuatu yang salah? Jika memang benar seharusnya mukmin dapat mengatasi dan memperoleh kejayaan. Berarti kita belum memenuhi criteria sunnah.

Diantara factor penyebabnya selain yang disebutkan dimuka, ada beberapa hal yang melemahkan muslim sendiri. Antara lain beredar luasnya hadits-hadits palsu yang diamalkan ummat sebagian besar muslim. Diantaranya ummat muslim hanya diperintahkan mempelajari ilmu alqur-an, hadits, dan faraid dengan menyepelekan pengetahuaan ‘alam dan teknologi. Sedangkan Allah mengangkat derajat muslim dengan iman, ilmu, dan ‘amal.

Kedua tidak memahami makna taqwa. Taqwa hanya dibatasi artinya sebagai takut. Namun setelah diteliti kembali taqwa bermakna “kesadaran diri” untuk mentha’ati hokum Allah. Sehingga taqwa ini menjadi sebab munculnya perilaku menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah.


*)Peserta Musyawarah Pleno IV DP3MU

Rabu, 18 Maret 2009

PERBEDAAN DAKWAH DAN JADAL

Syaikh Muhammad Bardan Kindarto

Perlu diingat bahwa setelah Rasul menerima wahyu maka beliau mengajak sahabat-sahabat untuk mentadabburi al Qur-an di rumah Zaid bin Al Arkom, sahabat-sahabat ini disebut Ahlul Quro’, aktivitas mereka ini kalau zaman sekarang disebut kaderisasi. Setelah turun surah Mudatsir Rasul diperintah untuk berdakwah secara terang-terangan. Dari perjalanan dakwah Rasul beserta sahabatnya inilah banyak sekali pelajaran yang dapat kita ambil sebagai muttabi’ Rasul. Dalam berdakwah kita tidak boleh lemah semangat, karena apakah mad’u (orang yang diseru) mau menerima atau tidak itu urusan mereka yang tergantung hidayah dari Allah. Tugas kita hanya mendakwahkan Islam ; menyarakan al haq, karena kebenaran adalah hak seluruh umat manusia. Ditambah lagi perintah dakwah ini wajib bagi tiap-tiap pribadi muslim [Qs.Yusuf:108].

Rasul juga memberikan tuntunan perihal khilafah. Dalam sebuah haditsnya dinyatakan bahwa masa khilafah (Khulafaurrasyidin) mempunyai batasan selama 30 tahun. Dimulai dari Abubakar Assiddiq sampai Ali bin Abi Tholib. Selepas itu disebut Malikan (raja-raja). Pada masa kerajaan ini khalifah tidak muncul lagi-meski disebut sejarah sebagai khalifah- tapi peradapan Islam terus maju dan menyebar luas. Sampai akhirnya pada zaman Al Makmun, ajaran Islam mulai tercampur dengan buah fikiran manusia. Ditandai dari diterjemahkannya kitab-kitab dari pemikir-pemikir Yunani oleh 80 orang Yunani yang ahli bahasa arab atas perintah Al Makmun. Kitab-kitab ini berisi ajaran-ajaran yang bid’ah yang sampai sekarang masih dipakai oleh sebagian besar umat Islam kita yaitu antara lain yang dikenal sampai sekarang adalah Kitab Kuning. Akibatnya sampai saat ini umat Islam merasa kesulitan dalam upaya mengembalikan khilafah kenabian dan mencari kebenaran Islam yang sesungguhnya.

Dalam upaya mencari inilah yang dinamakan jihad yaitu bekerja keras untuk mencari kebenaran Islam dan sunah rasul yang shohih, orang-orang inilah insyaAllah nantinya akan diangkat oleh Allah menjadi khalifah dimuka bumi ini, karena orang-orang yang berjihad fillah inilah yang digelari Allah umat pilihan [Qs. Al Hajj:78], mereka mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam mendakwahkan Islam dengan hujjah. [Qs.An Nahl :125]. Dalam Islam dakwah tidak sama dengan debat ( جَدَلْ ), dakwah ditujukan untuk semua ummat manusia, sedangkan debat/jadal ditujukan untuk orang kafir ahli kitab.

Isyarat dari Al Qur-an

Sebagaimana telah difaham,bahwa Al Qur-an telah memberikan beberapa isyarat penting untuk menjadi dasar petunjuk, antara lain :

a.Dalam surah Al Isra : 45-46

وَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ جَعَلْنَا بَيْنَكَ وَبَيْنَ الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ حِجَابًا مَسْتُورًا (٤٥)وَجَعَلْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا وَإِذَا ذَكَرْتَ رَبَّكَ فِي الْقُرْآنِ وَحْدَهُ وَلَّوْا عَلَى أَدْبَارِهِمْ نُفُورًا (٤٦)


Dan apabila kamu membaca Al Quran niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup,46. Dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan di telinga mereka, agar mereka tidak dapat memahaminya. dan apabila kamu menyebut Robbmu saja dalam Al Quran, niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya,

Dari ayat diatas jelas bahwa upaya pengembalian kepada Hukum Al Qur-an pasti Robb buatkan hijab yang tersembunyi, dan membuat kaum eklektisisme dan kaum pluralis menolak dengan segala cara.

b.Dalam Surah Al Isra’ : 9

إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا (٩)

Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.

Dari ayat diatas jelas bahwa kemukjizatan Al Qur-an secara pasti akan dapat mengatasi permasalahan keummatan, dan memberikan petunjuk langkah secara pasti yang positif dan akurat.

c.Dalam Al Qur-an Surah Az Zumar : 3

أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ …………..(٣)

Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah Ad Dien yang bersih (dari syirik).

Ayat diatas menunjukkan bahwa ad- Din dari Allah tidak boleh dikotori oleh hawa nafsu manusia dengan alasan apapun.

Batasan dari Al Qur-an

Dengan memahami beberapa isyarat tersebut, dalam keterkaitan dengan “Hukum Jadal” adalah bukan ditujukan kepada umum disembarang tempat. Misalnya hokum Allah didebatkan dengan hukum produk fikiran manusia. Maka tidak akan pernah bertemu. Apalagi hukum produk fikiran manusia “dikawinkan” dengan hukum dari Allah, ini tidak pernah dibenarkan [Qs. 2:42], karena disamping membuat orang berkecendrungan berpandangan subjectivisme histories yang bisa menimbulkan kebangggan golongan (sosio centrisme) [Qs.23:53]. Selain itu juga berakibat menimbulkan kesesatan yang tidak pernah orang menyadarinya [Qs.18:103-104]. Oleh karena itu Allah melarang melakukan atau menerima ajakan untuk bermujadalah dengan orang yang menenetang suara nuraninya demi pelampiasan ambisinya, sebagaimana diterangkan dalam surah An Nisa107-108, sebagai berikut:

 وَلا تُجَادِلْ عَنِ الَّذِينَ يَخْتَانُونَ أَنْفُسَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ مَنْ كَانَ خَوَّانًا أَثِيمًا (١٠٧)يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لا يَرْضَى مِنَ الْقَوْلِ وَكَانَ اللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطًا (١٠٨)

Sedangkan kebolehan melakukan jadal itu hanya dikhususkan kepada Ahli Kitab, dan itupun harus tepat waktu dan dengan cara yang sebaik-baiknya, karena Al Qur-an itu posisinya membenarkan dan menyempurnakan Kitab-Kitab dari Allah yang terdahulu. Sebagaimana diterangkan dalam surah Al ‘Ankabut 46-47, sebagai berikut:

وَلا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ وَقُولُوا آمَنَّا بِالَّذِي أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَأُنْزِلَ إِلَيْكُمْ وَإِلَهُنَا وَإِلَهُكُمْ وَاحِدٌ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ (٤٦) وَكَذَلِكَ أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ فَالَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمِنْ هَؤُلاءِ مَنْ يُؤْمِنُ بِهِ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلا الْكَافِرُونَ (٤٧)
Maka jelas bahwa “jadal” itu hanya ditujukan untuk menghadapi Ahli Kitab, dan bukan untuk menghadapi permasalahan hukum yang bersumber dari buah fikiran manusia, karena pada dasarnya Rasul telah melarang penggunaan fikiran untuk mendominasi Hukum Allah. Sesama muslim dibenarkan untuk bermunadharah, yaitu mencari titik temu dari beberapa dalil sehingga mendapat maksud yang benar. Tujuannya mencari kebenaran bukan mempertahankan pendapat pribadi.

GOLONGAN YANG SEDIKIT TAPI PEMENANG

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الأرْضِ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ (٧٧)

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Qs. Al Qoshos : 77).

Sesungguhnya setiap manusia mendambakan kehidupan bahagia, aman dan sejahtera. Tak satupun yang menginginkan kesusahan, terancam, dan sengsara. Inilah insting naluriah dan kebutuhan mendasar manusia yang selalu ingin digapai dengan bermacam cara menurut konsep hidup yang tertanam dalam fikirannya. Munculnya insting tersebut dikarenakan dorongan potensi nafsu yang sengaja Allah adakan bagi tiap insan. Dengan adanya nafsu, maka manusia akan berupaya mempertahankan eksistensi (keberadaannya) di dunia, karena nafsu diciptakan untuk melayani kebutuhan pokok manusia selaku makhluq hidup.

Manusia membutuhkan pemuasan sandang, pangan, papan, pengetahuan, cinta kasih dan sayang, perhatian, berpasangan, pengakuan, dan sebagainya. Inilah contoh perilaku manusia yang didorong oleh intuisi nafsu. Maka manusia dibenarkan untuk saling mencari, memberi dan menerima semua itu. Namun ketika dalam mencarinya membulkan ketimpangan, kecurangan, kerugian atau menzalimi lain pihak, maka hal itu tidak dibenarkan menurut akal yang sehat. Untuk itulah perlu diterapkan semacam aturan main yang dapat menjaga hak-hak tiap makhluq termasuk manusia secara adil dan jujur.

Aturan hidup atau konsep hidup inilah yang dikenal secara umum sebagai agama. Bagi ummat muslim dikenal dengan Dien, Manhaj, Thoriqoh, atau Syariat. Sedangkan aturan itu sendiri dikenal dengan illah (aturan yang wajib ditha’ati). Sesungguhnya hanya ada dua macam konsep atau sistem aturan hidup di dunia ini. Pertama sistem yang berlandaskan nafsu dan kedua sistem berlandaskan wahyu. Karena manusia selain diberi Allah dengan potensi nafsu juga dibekali aqal tempat penerimaan hidayah.

Nafsu yang pada awal keberadaannya adalah bersifat tenang dalam memberikan sinyal dan dorongan untuk melayani hajat kehidupan manusia akan dapat berubah menjadi serakah, amarah, lawwamah, dan musawilah. Perubahan ini disebabkan nafsu tersebut telah dipengaruhi bisikan iblis. Dalam alqur-an dinyatakan tentang hal ini :

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (٢٧)ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (٢٨)فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (٢٩)وَادْخُلِي جَنَّتِي (٣٠)

”Hai nafsu/jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Rabbmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, Masuklah ke dalam jannah-Ku. (Qs. Al Fajr :27-30).

لَعَنَهُ اللَّهُ وَقَالَ لأتَّخِذَنَّ مِنْ عِبَادِكَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا (١١٨)

Yang dila'nati Allah (Iblis) dan ia mengatakan: "Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang sudah ditentukan (nafsu). (Qs.an Nisa : 118)

Hasutan iblis inilah yang disebut dengan “qalam syarr” (bisikan jahat) yang apabila diiikuti manusia dan jin akan menimbulkan sifat jahat yang disebut syaithon. Karena lafadz syaithon berasal dari kata sayaatin (yang jauh dari kebaikan). Dalam ayat lain dinyatakan :

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ (١)مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ (٢)

Katakanlah: "Aku berlindung kepada Robb yang menguasai al falaq (peredaran alam). Dari (qalam) kejahatan yang diciptakan-Nya, (Qs. Al falaq : 1-2)


مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ (٤)الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ (٥)

“Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. (Qs. An Naas : 4-5).

Dalam hadits qudsi dijelaskan bahwa :

قَلَ صلعم : إِنَّ الله تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَبَضَ قَبْضَةً بِيَمِيْنِهِ فَقَالَ : هَذِهِ لِهَذِهِ وَلاَ أُبَالِى. وَ قَبَضَ قَبْضَةً أُخْرَى يَعْنِى بِيَدِهِ الأُخْرَى فَقَالَى : هَذِهِ لِهَذِهِ وَلاَ أُبَالِى . رواه احمد عن ابو نظار

Rosul bersabda :
“Sesungguhnya Allah yang Maha Berkat dan Maha Tinggi menggenggam satu genggaman di kananNya maka berfirman : ini untuk ini dan aku tidak peduli, dan menggenggam yang lain yaitu ditanganNya yang lain maka berfirman : ini untuk ini dan aku tidak peduli.”
(HR. Ahmad dari Abu Nazhor).

Dalam genggaman kanan maksudnya qalam wahyu dan dalam genggaman lainnya maksudnya qalam syarr, wallahu’alam.

وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ (١٠)

“dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan” (Qs.al Balad : 10)

Yang dimaksud dengan dua jalan ialah jalan kebajikan (ma’ruf) dan jalan kejahatan (munkar-qalam syarr). Sengaja Allah ciptakan Iblis yang membawa qalam syarr untuk menguji kualitas iman dan amal ibadah setiap manusia, agar manusia dibalasi di akhirat sesuai ‘amalnya ketika diberi kesempatan hidup di dunia yang singkat.

لِيَجْعَلَ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ فِتْنَةً لِلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ (٥٣)

“Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat,” (Qs. Al Hajj : 53).

Berbeda dengan nafsu yang dapat menjadi intusi syaithoniyah, keberadaan aqal di dalam hati manusia adalah sebagai tempat tertanamnya “qalam wahyu”. Suara nafsu syaithoniyah dan suara aqal yang berlandaskan wahyu selamanya akan “bersaing” untuk menguasai fikiran manusia. Ketika fikiran diserahkan kepada nafsu maka kerusakan dan kezaliman yang muncul. Sebaliknya jika aqal sehat yang terdapat dalam hati nurani terdalam manusia yang senantiasa menyuarakan al haq yang diikuti niscaya akan membawa keberuntungan dan kebahagiaan sejati, serta keadilan.

بَلْ هُوَ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلا الظَّالِمُونَ (٤٩)

“Adapun sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada (hati) orang-orang yang diberi ilmu dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim. (Qs. Al Ankabut : 49)


وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَنْ يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِي
الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الألْبَابِ

“dan orang-orang yang menjauhi Thaghut (yaitu) tidak menyembah- nya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku, yaitu orang-orang yang selalu mendengarkan Perkataan (Fatwa) lalu mengikuti apa yang paling baik (Al qur-an) di antaranya, mereka Itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal”. (Qs.Azzumar:17-18)

Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain Allah s.w.t. Maksudnya “ahsan” ialah mereka yang mendengarkan ajaran-ajaran Al Quran dan ajaran-ajaran yang lain, tetapi yang diikutinya ialah konsep ajaran-ajaran Al Quran karena ia adalah yang paling baik.


A. Konsep Hidup Berlandaskan Nafsu dan Pengikutnya


أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلا تَذَكَّرُونَ (٢٣)وَقَالُوا مَا هِيَ إِلا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلا الدَّهْرُ وَمَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلا يَظُنُّونَ (٢٤)


“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai illah-nya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmunya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (Qs. Al Jaatsiyah :23-24)

Banyak orang yang merasa berilmu namun justru mengingkari/mangkir dari konsep al Qur-an. Mereka hanya mengandalkan ro’yun (buah fikiran) yang dilandasi nafsu dan sudah merasa benar. Akibatnya mereka dibiarkan Allah sesat dengan ilmu mereka sendiri. Sedangkan kemampuan fikiran manusia hanya sebatas masalah-masalah lahiriyah / materi duniawiyah. Artinya segala sesuatu yang kasat mata di segala penjuru langit dan bumi dapat dianalisa secara eksakta oleh fikiran manusia. Namun masalah ghoib (antara lain : Zat Allah, malaikat, ruh, akhirat, rizqi, takdir, bala’ dan maut) mustahil dapat dianalisa fikiran manusia. Ruh yang terdapat dalam jasad manusia saja tidak dapat dianalisa manusia apalagi perkara ghaib lainnya. Allah menyatakan dalam Surah Ruum ayat 7 :

يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ (٧)

“mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.”

Sekarang ini dapat disaksikan secara jelas bahwa sebagian besar manusia bahkan dari kalangan muslim yang mengambil aturan hidup selain dari Dienullah. Satu contoh kasus, mereka gandrung dengan sistem hidup miliknya orang kafir dari buah fikiran Socrates, plato, Machiavelli, Kent, Dente, dan penerusnya. Yaitu sistem politik berasaskan kebatilan “suara rakyat adalah suara tuhan”. Lalu dipadukanlah dengan aturan dari Allah sehingga muncul istilah “Politik Islam” dan “Demokrasi ‘ala Islam. Terbukti sampai saat ini tidak ada bukti keberhasilan sistem bathil tersebut dalam menjaga hak-hak manusia secara adil dan jujur.

Manusia mau tidak mau akan menemui hari akhirat yang kekal. Disinilah letak permasalahannya. Karena jika kita hanya hidup di dunia kemudian tidak akan dibangkitkan lagi maka bolehlah manusia hidup sekehendaknya dan menafikan agama (baca:dienul Islam) dan tidak perlu ada. Namun ternyata perbuatan kita di dunia yang sangat singkat ini bisa berakibat penyesalan yang sangat panjang atau juga kebahagiaan hakiki di akhirat kelak. Sungguh sangat merugi orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai illah /ikutan/pegangan hidup serta mengada-ada dalam urusan Allah.

Nafsu yang telah berasosiasi dengan bisikan iblis inilah yang menyesatkan banyak manusia dari jalan Allah. Munculnya agama-agama dan aliran sesat adalah dari buah fikir atau hasil budidaya fikiran manusia yang telah dihasut iblis. Keberhasilan iblis ini antara lain karena banyak manusia tidak mewaspadai keberadaan iblis bahkan menganggap tidak ada serta kurang upaya untuk kembali ke tuntunan yang benar. Definisi Agama secara luqhowi berbeda dengan Dinul Islam yang merupakan hak mutlaq Allah yang tidak boleh dicampuri dengan buah fikiran manusia. Bahkan rosulullah pun dilarang menggunakan ro’yun dalam urusan Islam. Agama berasal dari dua suku kata dari bahasa sansekerta, A adalah tidak, gama/gomo adalah kocar-kacir. Jadi agama bermakna aturan dari manusia agar tidak hidup kucar-kacir.


أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ (٣)

“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah Addien yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (Qs. Azzumar :3)

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (٣)إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى (٤)عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى (٥)ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَى (٦)وَهُوَ بِالأفُقِ الأعْلَى (٧)

“dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) Menampakkan diri dengan rupa yang asli, sedang dia berada di ufuk yang tinggi.” (Qs. An Najm :3-7).


B. Konsep Hidup berlandaskan al Qur-an

Tentu sama kita fahami bahwa bagi setiap muslim, al Qur-an adalah satu-satunya pilihan jalan lurus yang mampu menghantarkan manusia kepada tujuan hidup sebenarnya yaitu ridho Allah.

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (١٥٣)


“dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (Qs. Al an’am : 153).

Jaminan Allah kepada setiap manusia bahwa dengan menerapkan konsep wahyu yang tertuang dalam al Qur-an dan dijelaskan RosulNya dalam haditsnya akan muncul keberkahan hidup di dunia, persatuan ummat, dan keselamatan dunia-akhirat. Dalam keberkahan terkandung makna kebahagiaan, keadilan, kejujuran dan keselamatan. Bahkan hanya dengan rujuk kepada al qur-an ini hamba-hambaNya dapat menyatu satu-sama lain. Tapi dengan meninggalkan atau mengambil sebagian saja dari ajaran al Qur-an lalu dicampuradukkan dengan ajaran dari fikiran manusia, justru muncul firqoh-firqoh dan mahzab-mahzab baru dalam Islam. Hal inilah yang perlu dicermati sungguh-sungguh oleh setiap muttabi’ rosul. Allah dan rosulNya mengingatkan akan hal ini. Ditambah lagi tidak ada satupun para Imam dan Ulama Salaf terdahulu didalam kitab mereka memerintahkan manusia untuk wajib bermahzab mengikuti mereka. Bahkan memerintahkan untuk rujuk kepada sumber ajaran mereka, yaitu al Qur-an dan assunnah.

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (١٠٣)

“dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah (al Qur-an), dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Qs. Ali Imran : 103)

Hadits :

مَا لَمْ تَحْكَم أ َئِمَّتُهَمْ بِكِتَابِ اللهِ وَيَتَغَيَّرَوا مَا أَنْزَ لَ اللهُ اِلاَّ جَعَلَ اللهُ بَأ ْسُهَمْ بَيْنَهُمْ
رواه ابو داود و اين ماجه عن عبد الله بن عمر

“Barangsiapa yang tidak berhukum kepada ketetapan Kitabullah, dan mengada-adakan selain
yang diturunkan Allah, niscaya diantara mereka diadakan Allah permusuhan yang hebat
(HR.Abu Dawud, Ibnu Majah dari Abdullah bin Umar)

Menyikapi munculnya firqoh-firqoh dan mahzab maka al Qur-an mengajarkan kepada kita:

إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ (١٥٩)

“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” (Qs. Al An’am :159)

Firqoh disini maksudnya: ialah golongan yang amat fanatik kepada pemimpin-pemimpinnya. Namun demikian dikarenakan Dinul Islam adalah konsep aturan kehidupan yang bersifat bersih, final, syumul, lengkap serta mampu menjawab segala tantangan zaman, maka tidak dibenarkan seorang muslim menambahi atau menguranginya. Jika diibaratkan dengan sebuah bangunan rumah, maka Islam adalah rumah yang indah tiada bandingnya. Didalamnya terjamin keamanan dan kesejahteraan. Setiap sudut bangunan dan pekarangannya terpancar keagungan pemiliknya. Maka siapapun yang menyatakan taslim (tunduk) kepada Islam berarti ingin menjadi penghuni bangunan itu tentu ia harus menthaati aturan pemiliknya. Tidak dibenarkan seorangpun yang berlindung didalamnya mengubah bentuknya, mengotori, atau merusak bangunan itu. Bahkan kita diperintahkan untuk menjaga serta merawat keaslian dan keindahan bangunan tersebut.

C. Golongan yang Sedikit

فَلَوْلا كَانَ مِنَ الْقُرُونِ مِنْ قَبْلِكُمْ أُولُو بَقِيَّةٍ يَنْهَوْنَ عَنِ الْفَسَادِ فِي الأرْضِ إِلا قَلِيلا مِمَّنْ أَنْجَيْنَا مِنْهُمْ وَاتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا مَا أُتْرِفُوا فِيهِ وَكَانُوا مُجْرِمِينَ (١١٦)

“Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.” (Qs. Huud : 116)

Tidaklah aneh jika kebanyakan manusia enggan memulai mengadakan perbaikan bahkan hanya sedikit sekali, cuma beberapa gelintir hamba pilihanNya yang mau menerima perintah ini. Mereka inilah yang disebut dalam al Qur-an sebagai ‘Ulu Baqiyah (kelompok sisa). Seperti gambaran rosul beserta sahabat yang hanya berjumlah 313 orang yang mengikuti perang pertama kali membela Islam di Badar. Kemenangan justru bukan berada pada banyaknya pengikut, justru sedikit orang namun benar langkahnya insyaAllah akan dihantarkan kepada kemenangan serta dijadikan pemicu semangat bagi hamba Allah lainnya. Maka disinilah letak tanggung jawab muslim terutama para ulama dalam menjaga dan membela Islam. Allah pun memberi janji melalui hadits rosulNya bahwa setiap pangkal seratus tahun akan dibangkitkanNya Mujadid-Mujadid yang akan menjaga kemurnian Islam. Maukah kita dimasukkan Allah dalam golongan yang sedikit namun memiliki keutamaan derajat di sisiNya? Wallahu’alam bi showab.

Rambu-Rambu dalam Musyawarah dan Mudzakarah

Syaikh Abdullah Shoefie *)




Banyak tokoh Islam menyamakan antara musyawarah dengan demokrasi. Musyawarah sudah berusia 15 abad. Demokrasi dipopulerkan oleh Seraglio Montesquieu (mati pada tahun 1755). Akar kata demokrasi dari dua suku kata : demos dan crates yang maknanya kekuasan di tangan orang banyak.

Jika diperhatikan tema pertemuan kita pada saat ini adalah “Musyawarah Pleno IV Menyongsong Mudzakarah Ulama 2010”. Maka jangan sampai melebar isi pembicaraan kita, terlebih dahulu kita fahami kembali makna dalam kalimat tersebut. Denagn demikian kita akan mendapatkan rambu-rambu dalam mengeluarkan pernyataan. Selain itu jangan sampai dibelakang hari kita kecewa, jangan sampai kita menyesal dalam bermusyawarah. Karena dalam sebuah istilah dikenal kalimat berikut :

لا فاب من استفر
و لا نجم من استشر

(Tidak akan kecewa orang yang mengadakan koreksi)
(Tidak akan menyesal orang yang mengadakan musyawarah). Inilah suatu prinsip dalam Islam.

A. Arti Musyawarah

Musyawarah selain memang perintah secara eksplisit (syarah) dalam al Qur-an Surah Ali Imran 159 yang datangnya dlm wujud amr/perintah :

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ (١٥٩)

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.


“Wasyawirhum fil amri” (“bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan kalian”). Juga datang dari wujud khabariyah sebagai suatu yang sangat baik “Wa amru syuhadainahum (dan urusanmu saling saksikan).

Musyawarah artinya meminta pendapat orang banyak yang didasari otak yang jernih, fikiran yang waras, dan akal yang sehat. Kemudian sikap kita terhadap pendapat yang banyak tersebut adalah mengacu kepada petunjuk al Qur-an surah Azzumar ayat 17-18 :
فَبَشِّرْ عِبَادِي الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ

“…..sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku,yaitu orang-orang yang mendengarkan fatwa-fatwa, lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya….”

Ahsan artinya “yang paling baik” karena berbentuk ism tafdil. Artinya menambil ; memilih yang paling baik. Sedangkan yang terbaik adalah yang bersumber dari al Qur-an, (Qs. Azzumar : 23).

اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ

“Allah telah menurunkan Perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran…”

B. Arti Mudzakarah dan Ulama

Bi nadnya dari musyawarakah, berasal dari kata zakarah – yuzakiru (kata kerja yang dilakukan bukan perorangan tapi secara interaksi). Artinya saling ingat mengingatkan, yaitu semacam buah dari nasihat. Nasihat tulus berangkat dari ketulusan yang memang ajaran din kita. “Addinu nashihah” (al hadits). Ajaran din kita sebagian besar berangkat dari sikap loyal atau tulus. Jadi, apapun yang kita keluarkan sebagai pendapat hendaknya berangkat dari pangkalan nasihat, ketulusan, atau loyal. Jadi tergantung nawaitu (niat) masing-masing.

Ulama artinya orang yang mengetahui ; pandai, tapi sebagai manusia kita punya kelemahan, tentu perlu saling ingat mengingatkan. Dan memang peringatan adalah memberi manfaat bagi mukmin “ wadzakir, fainna zikro tanfaul mukminin”. Dalam hadits “Addinu nashihah funa liman lillah wali kitabi wali rosulihi wa lil a’imatin muslimin. Pemimpin muslimin dalam hadits ini termasuk ulama –insyaAllah, saya lebih condong (maksudnya) kepada ulama, bukan umara’.

Ulama adalah jamak taksir dari aalim (orang yang mengetahui). Artinya pengenalan atau pengetahuan orang itu (terhadap sesuatu) adalah 100 persen. Sedangkan umumnya apa yang kita lihat adalah yang sesuai dengan kenyataan. Kalau masih separuh-separuh pengetahuan kita, misalnya belum sampai 50 persen maka itu belum dikatakan ilmu tapi wahn. Bila bimbang, ragu-ragu atau 50:50, baru syak namanya. Bila 50 % + 1 walaupun sampai 90 persen baru dzon namanya. Ilmu artinya tahu persis permasalahan.

Maka bagi kita yang diberi beban oleh suatu ummat dan lembaga dengan predikat ulama, ini merupakan suatu tantangan untuk menambah perbekalan, asset pengetahuan, sehingga kita betul-betul tahan uji. Risalah Muhammad Rosulullah pun dibekali dengan al huda’ al ulumul nashihah (kata para ulama tafsir). Antara lain yang disampaikan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz (Ketua Majelis ulama Saudi, saat membuka musyawarah Rabithah ‘Alam Islami).

Kita diminta bekerja keras untuk menambah pengetahuan, sehingga benar benar tahu persis 100 persen. Seperti perkalian 2x2 = 4, bukan sama dengan enam. Menurut Rosulullah, ulama itu ada yang asshoghir dan akaabir. Tercermin dalam hadits beliau : “ma yadzalun nafsu bi khoiri ma ahadul ilma ‘inda akaabir auka wafa (senantiasalah ummat ini dalam kebaikan sepajang mereka mengambil ilmu dari akaabir).

Untuk memahami makna Ulama akaabir dan ulama ashoqir dengan memahami suatu kaidah ushul. Sesuatu hal itu lebih dikenal jika diketahui lawannya. Contoh kita tidak tahu persis arti kata ‘adil jika tidak tahu arti dholim. Juga arti makruf dari lawannya munkar.

Secara etimologis akaabir artinya orang besar (penggede) dan ashoqhir artinya (orang kecil). Namun secara ilmu tafsir bermakna lain. Diambil dari sebuah hadits, nabi SAW:

“min assyirothi sa-ah ayyu sabasari ilmu ‘inda alshoghir” (antara lain sebagai prolog /muqadimah datangnya hari qiyamat diambang pintu, yaitu orang mengambil ilmu dari ashoghir).

Mufasir berpendapat ashoqir hum ahlul bid’ah (ashoqir adalah ahli bid’ah). Mereka ulama tapi bergelimang dengan bid’ah. Maka kita dituntut mensterilkan ummat dari khurafat thayul bid’ah dengan terlebih dahulu membersihkan diri kita. Supaya ulama kita berada pada kedudukaan akaabir. InsyaAllah.

*)Peserta Musyawarah Pleno IV DP3MU

Senin, 09 Maret 2009

Penelusuran Ulama di Jambi




Selama 3 hari, tepatnya sejak sabtu 3- 5 Rabiul ‘Ula 1430 H atau 28 Februari – 2 Maret 2009, beberapa anggota Panitia Pelaksana Mudzakarah Ulama Rumpun Melayu bersilaturahim ke ulama-ulama di Wilayah Provinsi Jambi. Dipilihnya Jambi, karena merupakan wilayah Sumatera yang belum dikunjungi. Dari penelusuran yang dilakukan ternyata cukup banyak potensi ulama yang mumpuni di pelosok wilayah ini. Itupun baru sebagian yang terjangkau. Umumnya tanggapan mereka antusias dan positif terhadap program Mudzakarah Ulama Serumpun Melayu bahkan menyatakan keinginan untuk mengikuti tahapan program tersebut.

Diantara ulama yang berhasil dihubungi Panitia adalah sebagai berikut : Ust. Syukri (Bajubang), Ust.Nasrudin (Batanghari), Ust. Mirza (Sarolangun), Ust. H.Armen (Kerinci), Ust.Dr.M.Rasyidin M.Ag, Ust. Jasrial Zakir (Sungai Penuh), Sayid Abdullah (Muaro Bungo), dan Ust. Syamsu Rizal (Kota Jambi). Dua ulama terakhir ini adalah anggota DP3MU. Selain dukungan, Panitia mendapat masukan saran dan kritisi berharga untuk pembenahan kinerja DP3MU di masa depan.

Sedangkan rombongan Panitia dipimpin oleh Ust.Daniftal berserta lima orang anggotanya yaitu Ust. Karmuji, Taufiq, Ust. Sukardi, Adi Kurniawan, dan Muhammad Syamsi. Ternyata mutiara-mutiara ulama tidak hanya berada di kota-kota besar, namun tersebar pula di pelosok daerah yang justru kurang terekspos di media massa.