MUDZAKARAH ULAMA

ومن الناس والدّواب والانعم مختلفٌ الونه كذلك انما يخشى الله من عباده العلماء انّ الله عزيزٌ غفورٌ ـ

Rabu, 25 Maret 2009

Tanya Jawab Tentang Solusi al Quran Terhadap Permasalahan Ummat Islam

Apakah ulama yang tergabung dalam Dewan Perancang Mudzakarah Ulama mengabaikan berbagai issu dan keterpurukan ummat Islam di dalam negeri kita?

Sama sekali tidak, justru harapan seluruh anggota DP3MU dengan agenda yang kita usung ini akan memberikan solusi tuntas terhadap permasalahan ummat manusia, khususnya saudara-saudara kita. Seluruh program dan tahapan langkah kita diupayakan mengacu kepada petunjuk al Quran dan Sunah Rosul. Kita yakin ketika satu saja saudara muslim kita terluka maka sakitnya terasa kepada seluruh tubuh kita, itu prinsip. Dan kita yakin itu suatu ujian terhadap kualitas iman dan amal kita yang mesti terjadi dan memang harus dihadapi.

Bagaimana terhadap kasus yang lagi santer seperti pemurtadan, munculnya aliran sesat, maraknya perdukunan, sekularisasi dan sebagainya, apa solusinya?

Pertama, kita harus yakin bahwa hanya dengan niyat dan langkah yang benar menurut tuntunan al Quran dan Sunah Rosul semua permasalahan itu akan teratasi dengan izin Allah. Mustahil dalam ajaran Islam tidak mampu memberi solusi yang tepat. Tinggal kita mau atau tidak. Pertama secara internal meningkatkan imunitas aqidah dengan dakwah menyebarkan ajaran sunah. Kedua mengatasi akar pokok penyebab kerusakan ummat, dengan mengambil contoh siyasah yang dituntunkan rosul kita.

Konkretnya bagaimana?

Mari kita ingat kembali dua contoh yang dituntunkan rosul. Pertama strategi hijrah dan kedua peristiwa perang tabuk. Sebelum hijrah ke madinah banyak umat Islam yang tertindas di bumi Makkah, satu contoh seperti Bilal. Ia dibebaskan dan ditolong oleh Abu Bakar as Siddiq atas inisiatif sendiri. Periode makkah merupakan masa penanaman aqidah dan masa ummat Islam diuji kesabarannya dengan berbagai tekanan orang-orang musyrik. Setelah terjadi hijrah lalu Ummat Muslim sudah menerapkan sistem kepemimpinan yang dipandu rosulullah maka setiap ancaman yang menerpa ummat muslim selalu dihadapi secara bersama dan terpimpin oleh rosulullah.

Artinya saat ini kita baru mampu menghadapi permasalahan secara parsial menurut kapasitas dan kemampuan tiap (ulama) di tempat masing-masing. Karena kita belum diberi Allah pemimpin sebenarnya dan belum ada kesepakatan antara ulama sedunia. Saat ini kita perlu berbagi tugas, tapi belum dapat terkoordinasi secara baik dan benar. Kita sekarang baru bisa membantu seadanya, mendakwahkan Islam dan memotivasi kesabaran mereka yang tertindas serta mendoakan. Langkah jihad secara shaffan baru dapat dilakukan jika waktunya telah tepat sesuai rencana Allah dengan dimunculkannya Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwah seperti tersebut dalam hadits rosulullah. InsyaAllah kita sedang menuju ke sana.

Kemudian dalam al Quran kita diperintahkan untuk mengatasi aulia (pemimpin) syaithon bukan sekedar pionernya. Apabila dalangnya telah tercabut, tentu para aktornya akan lemah. Pelopor syaithon (sifat jahat) ini kita fahami bersama adalah sumbernya dari golongan Ahli Kitab dengan dua sistem organisasi raksasa mereka yang mendunia sebagai benteng mereka yang diamtsalkan al Quran akan runtuh melalui ‘tangan’ mereka sendiri dan ‘tangan’ orang-orang mukmin (Qs.59:2). Merekalah sebenarnya sumber kerusakan di setiap negeri. Jangan kita melihat bara apinya tapi terpokok mari atasi sumber asal apinya.

Jika dilihat dalam konteks global sekarang ini, dimana seluruh negara di dunia telah tergabung dalam pekatnya sebuah arus yang dibuat ahli kitab. Arus ini jika dibaratkan sebuah aliran sungai yang hulunya dikuasai mereka. Sedangkan negeri kita terintegrasi dengan mereka melalui anak-anak sungainya. Maka wajar anak sungai (negeri) kita ikut terimbas keruh. Maka kurang tepat jika kita disibukkan menjernihkan anak sungai ini, karena kita pasti akan lalai terhadap penyebab pokoknya, disamping hasilnya kurang efektif dan efisien mengenai sasaran. Akibatnya kita akan saling menyalahkan dan berbenturan sesama anak bangsa. Tentu pihak mereka senang melihat kita bermusuhan dan saling menghancurkan.

Kita seharusnya melihat apa sesungguhnya yang terjadi jauh di hulu sungai tersebut. Disana dapat kita lihat “gajah-gajah” yang berkubang membuat keruh sampai ke muara dan anak-anak sungai. Maka tugas kitalah untuk ‘menggiring’ dan ‘mengamankan’ mereka agar seluruh aliran sungai kembali jernih.

Mengapa kita berencana mengundang Ulama sedunia untuk bermudzakarah, bukankah lebih baik menyelesaikan permasalahan di rumah tangga (negeri) kita dahulu baru ke tahap rumpun melayu kemudian tingkat dunia?

Mudah-mudahan inilah antara lain ittibar yang coba kita ittiba’i dari peristiwa perang Tabuk. Kita ketahui bahwa perang tabuk terjadi sebelum Fathul Makkah. Ancaman yang disongsong dalam tabuk lebih besar dan kuat dari ancaman musyirikin di Makkah jika dianalisa secara rasio fikiran. Karena dalam peristiwa Tabuk rosul memerintahkan para sahabatnya untuk menyongsong pasukan Kekaisaran Romawi Timur yang besar jumlahnya, jauh dan luas wilayahnya. Begitulah Allah menyusun rencanaNya untuk menguji ketaatan hambaNya dan untuk membuktikan janji-janjiNya. Ternyata rosul dan sahabat-sahabat setianya memperoleh kemenangan yang mudah.

Sedangkan secara logika kita yang awwam tentu akan memilih resiko yang lebih kecil yaitu memasuki Makkah baru kemudian mengembangkan sayap ke luar negeri. Inilah ittibar yang dapat kita ambil pelajarannya. Bahwa tahapan yang kita bangun harus menyesuaikan dengan apa yang telah dicontohkan rosul kita yang mungkin bertentangan dengan rasio kita yang dangkal. Pelajarannya antara lain, disatu sisi Allah telah berjanji kepada rosulNya bahwa mereka akan memasuki rumah mereka (makkah) dengan aman. Di sisi lain dengan kalahnya pasukan romawi timur memberi psywar kepada orang-orang musyrik di dalam negeri (makkah) yang memusuhi Islam. Tentunya hati mereka bertambah kecut melihat kejayaan rosul dan ummat Islam melawan tentara romawi. Akhirnya tahun berikutnya rosul dapat membebaskan negerinya (makkah) dengan aman tanpa pertumpahan darah.

Dengan mengikuti ittibar peristiwa hijrah dan Perang Tabuk, maka insyaAllah permasalahan rumah tangga (negeri) kita dan setiap negeri muslim akan teratasi secara utuh dan komprehensip sampai ke akar-akarnya jika sumber pembuat masalahnya sudah diatasi Allah melalui tangan hamba-hambaNya. Diawali dengan adanya kesepakatan para ulama sedunia. Namun yang perlu digaris bawahi tujuan kita bukanlah menggapai atau merebut kekuasaan, karena tegaknya aturan Allah dan munculnya Khilafathul Muslimin merupakan hak mutlaq, rahasia dan kekuasan Allah. Janji Allah pasti dibuktikanNya meski mungkin beberapa masa lagi dimana kita sudah tiada, namun wajib kita yakini. Tujuan kita semata-mata mencari ridho Allah dan memohon dicatat sebagai syuhada (Qs.3:53).

Terakhir, mengapa ulama yang dijadikan sorotan dalam mudzakarah ini?


Tentu ada sebabnya, karena memang al Quran dan al Hadits yang shohih memberitakan hal ini. Al Ulama adalah kedudukan yang diberikan Allah kepada hamba-hambaNya tertentu. Mereka sosok yang paling mengenal Allah dan bertaqwa kepada Allah, setelah tiada lagi rosul yang diutusNya. Perbaikan ummat diamanahkan Allah kepada mereka. Merekalah ahlinya dalam mengatur ummat dengan syariat Allah. Jika permasalahan kemanusian diserahkan kepada masyarakat awwam maka sama saja menyerahkan sesuatu masalah kepada bukan ahlinya, maka tunggulah masa kehancurannya seperti yang dipesankan rosul kita. Ummat muslim umumnya mari kita ajak untuk menjadi anshorullah (penolong dinullah) dengan menginfaqkan harta dan potensi diri masing-masing. Wallahu’alam.

Disarikan dari kaderisasi Mubaligh Sunnah Panpel Mudzakarah Ulama

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda