MANAJEMEN KEPEMIMPINAN YANG KENYAL
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ
كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ
وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ
عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ ١٥٩ )ال عمرن : 159(
Tashawwur :
Diantara sudut penafsiran
ayat di atas, adalah arahan khusus bagi tiap individu mukmin yang diserahi
amanah kepemimpinan untuk mengelola dan menggerakkan umat. Maka dituntut
mendasari kepribadiannya dengan akhlaq dan bergerak dengan ilmu menejemen
keumatan, yaitu sikap لَّيِّناً .
Uraian Ringkas : 1)
Beberapa lafadz pokok
akan kami uraikan untuk mendapatkan gambaran ringkas terhadap maknanya
berdasarkan kaidah ilmu tafsir, insyaAllah.
Huruf ماpada lafadz فبما mengarah
kepada faktor akhlaq (Qs.68:4) yang menjadi dasar untuk mendapatkan
rahmat Allah ta’ala. Sedangkan definisi akhlaq dalam terjemahnya adalah “suatu
dorongan reflek (spontan) dalam diri manusia untuk melakukan suatu perbuatan
tanpa melibatkan fikiran dan pertimbangan akibatnya”. Orang yang memiliki
akhlaq yang tinggi itu merupakan suatu nikmat rahmat pemberian Allah SWT,
karena hal ini muncul dari rasa kasih sayang yang mendalam dan keakraban
sehingga terpancar dalam pribadi Rasulullah SAW sebagai pemimpin umat
(Qs.9:128).
Sedangkan dalam hadits
qudsi diterangkan bahwa رحمة من اللّه
ada 100 jumlahnya, 99 disimpan untuk penduduk jannah, sisanya diturunkan ke
dunia untuk makhluqNya. Maka berupaya menggapai rahmat Allah di dunia adalah
ikhtiar wajib guna mengaharap rahmat yang disediakanNya tersebut. Oleh karena
itu, sudah selayaknya pemimpin yang berakhlaq memiliki kepekaan ( (عَزِيْزٌ terhadap keadaan lingkungan dan program pengentasan (حَرِيصٌ ) problema
umatnya (adaptif program). Karenanya
orang yang tidak berakhlaq ciri belum berkasih sayang dan mendapat rahmat Allah
SWT.
Pada lafadz لِنتَ , dimana dlomirnya mufrod menunjuk kepada
Rasulullah SAW (fungsi pemandu), asal katanya dariلَّيِّناً yang bermakana kenyal
; adaftif; akomodatif ; santun. (QS. 20:44). Sedangkan لَهٌم (terhadap mereka), menunjuk jamak
yaitu umat yang dipandu. Kenyal; santun bukan sekadar “senyam –senyum”,
tapi sikap jujur membela yang benar dan membenahi yang salah. Sedangkan sikap
yang berseberangan dengan ini adalah فَظًّا غَليظَ القَلْبِ (keras dan kasar hati), sikap masa bodoh dan
memaksakan pendapatnya, juga berkompensasi atas kekeliruannya dengan
menyalahkan orang lain. Hal ini didorongkan oleh penyakit hati (Qs.22:53) yang
rawan terkena fitnah syaithon sehingga umat menjadi berpencar dari tata kehidupan
berjamaah.
Pembahasan :
Dalam hadits Rasulullah
SAW, dari banyak jalur sahabat antara lain Ibnu Umar ra., mengupas 3 macam
penyakit hati yang berbahaya :
ثَلاَثٌ مُهْلِكَاةٌ : شٌحُّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُطُّبَعٌ وَاِعْجَابٌ الْمرْءِ
بِنَفْسِهِ {رواه: الطّبرني}
1. Kekikiran yang patuhi, akan
bercabang ke perbuatan hasud
2. Hawa nafsu yang diikuti, akan bercabang ke
perbuatan riak
3. Kagum dengan diri sendiri akan bercabang
ke perbuatan takabur.
Hasud akan membakar
kebaikan sebagaimana api membakar kayu. Riak (syirik khofi) membatalkan amal
sholeh. Takabur mendatangkan kehinaan dan terputus dari rahmat Allah di dunia
dan akhirat. Maka akhlaq yang agung dan mulia terbentuk dari kondisi hati
manusia yang sadar diri dan ingat akan pengawasan Allah ta’ala (ihsan) baik
dikeramaian manusia atau kondisi bersendiri, lalu mengikuti adab yang
dicontohkan Rasulullah SAW dalam pergaulan sehari – hari. Mari kita bertaubat
dari perbuatan dimaksud dan berlindung kepada Allah dari berbagai penyakit
hati. (1/Ahad, rabiul ‘ula 1444
H, Abu Abdul Karim)
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda