MUDZAKARAH ULAMA

ومن الناس والدّواب والانعم مختلفٌ الونه كذلك انما يخشى الله من عباده العلماء انّ الله عزيزٌ غفورٌ ـ

Sabtu, 24 Februari 2024

MANAJEMEN KEPEMIMPINAN YANG KENYAL

 

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ ١٥٩  )ال عمرن : 159(

Tashawwur :

Diantara sudut penafsiran ayat di atas, adalah arahan khusus bagi tiap individu mukmin yang diserahi amanah kepemimpinan untuk mengelola dan menggerakkan umat. Maka dituntut mendasari kepribadiannya dengan akhlaq dan bergerak dengan ilmu menejemen keumatan, yaitu sikap لَّيِّناً .

Uraian Ringkas : 1)

Beberapa lafadz pokok akan kami uraikan untuk mendapatkan gambaran ringkas terhadap maknanya berdasarkan kaidah ilmu tafsir, insyaAllah.

Huruf  ماpada lafadz  فبما mengarah kepada faktor akhlaq (Qs.68:4) yang menjadi dasar untuk mendapatkan rahmat Allah ta’ala. Sedangkan definisi akhlaq dalam terjemahnya adalah “suatu dorongan reflek (spontan) dalam diri manusia untuk melakukan suatu perbuatan tanpa melibatkan fikiran dan pertimbangan akibatnya”. Orang yang memiliki akhlaq yang tinggi itu merupakan suatu nikmat rahmat pemberian Allah SWT, karena hal ini muncul dari rasa kasih sayang yang mendalam dan keakraban sehingga terpancar dalam pribadi Rasulullah SAW sebagai pemimpin umat (Qs.9:128).

Sedangkan dalam hadits qudsi diterangkan bahwa   رحمة من اللّه ada 100 jumlahnya, 99 disimpan untuk penduduk jannah, sisanya diturunkan ke dunia untuk makhluqNya. Maka berupaya menggapai rahmat Allah di dunia adalah ikhtiar wajib guna mengaharap rahmat yang disediakanNya tersebut. Oleh karena itu, sudah selayaknya pemimpin yang berakhlaq memiliki kepekaan ( (عَزِيْزٌ terhadap keadaan lingkungan dan  program pengentasan (حَرِيصٌ ) problema umatnya  (adaptif program). Karenanya orang yang tidak berakhlaq ciri belum berkasih sayang dan mendapat rahmat Allah SWT.

Pada lafadz  لِنتَ  , dimana dlomirnya mufrod menunjuk kepada Rasulullah SAW (fungsi pemandu), asal katanya dariلَّيِّناً   yang bermakana kenyal ; adaftif; akomodatif ; santun. (QS. 20:44). Sedangkan  لَهٌم (terhadap mereka), menunjuk jamak  yaitu umat yang dipandu. Kenyal; santun bukan sekadar “senyam –senyum”, tapi sikap jujur membela yang benar dan membenahi yang salah. Sedangkan sikap yang berseberangan dengan ini adalah فَظًّا غَليظَ القَلْبِ   (keras dan kasar hati), sikap masa bodoh dan memaksakan pendapatnya, juga berkompensasi atas kekeliruannya dengan menyalahkan orang lain. Hal ini didorongkan oleh penyakit hati (Qs.22:53) yang rawan terkena fitnah syaithon sehingga umat menjadi berpencar dari tata kehidupan berjamaah.  

Pembahasan :

Dalam hadits Rasulullah SAW, dari banyak jalur sahabat antara lain Ibnu Umar ra., mengupas 3 macam penyakit hati yang berbahaya :

ثَلاَثٌ مُهْلِكَاةٌ : شٌحُّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُطُّبَعٌ وَاِعْجَابٌ الْمرْءِ بِنَفْسِهِ  {رواه:  الطّبرني}

1. Kekikiran yang patuhi, akan bercabang ke perbuatan hasud

2. Hawa nafsu yang diikuti, akan bercabang ke perbuatan riak

3. Kagum dengan diri sendiri akan bercabang ke perbuatan takabur.

Hasud akan membakar kebaikan sebagaimana api membakar kayu. Riak (syirik khofi) membatalkan amal sholeh. Takabur mendatangkan kehinaan dan terputus dari rahmat Allah di dunia dan akhirat. Maka akhlaq yang agung dan mulia terbentuk dari kondisi hati manusia yang sadar diri dan ingat akan pengawasan Allah ta’ala (ihsan) baik dikeramaian manusia atau kondisi bersendiri, lalu mengikuti adab yang dicontohkan Rasulullah SAW dalam pergaulan sehari – hari. Mari kita bertaubat dari perbuatan dimaksud dan berlindung kepada Allah dari berbagai penyakit hati. (1/Ahad, rabiul ‘ula 1444 H, Abu Abdul Karim)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda