MUDZAKARAH ULAMA

ومن الناس والدّواب والانعم مختلفٌ الونه كذلك انما يخشى الله من عباده العلماء انّ الله عزيزٌ غفورٌ ـ

Selasa, 24 Februari 2009

LANGKAH-LANGKAH PERSIAPAN MENUJU 2010

1. Pengkajian Al Islam

Mudzakarah Ulama Serumpun Melayu adalah suatu wujud jihad (kerja sungguh-sunguh) dari umat Muslim dalam upaya Li ‘ila-i kalimatillah, mengangkat bobot Islam ke permukaan pandangan umat manusia. Upaya ini telah dirintis melalui beberapa tahapan kerja dan Insya’allah akan terus berlanjut sampai pada tingkat Mudzakarah “Ulama Dunia yang direncanakan pada tahun 2015.
Agar langkah dan tahapan-tahapan kerja tersebut tetap terjaga kemurnian dan kebersihannya serta senantiasa berjalan berdasarkan petunjuk Al Qur’an dan Al Hadits Shahih, maka Dewam Perancang dan Panitia Pelaksana Mudzakarah ‘Ulama (DP3MU) Serumpun Melayu bersepakat untuk mengadakan Pengkajian Al Islam yang dikemas dalam bentuk Kaderisasi Mubaligh Sunah (KAMUS). Kaderisasi ini dilaksanakan secara intensif dan berkesinambungan setiap pekan, serta didukung dengan aktivitas TADABBUR AL QUR’AN (Qs.4 : 82) setiap pagi hari. Aktivitas Pengkajian Al Islam ini dilaksanakan di Auditorium dan Masjid Al Muqoffa Yayasan Amanat Kesejahteraan Umat Islam (AKUIS) Pusat Palembang.

2. Pengorganisasian
Pada 4-6 Shafar 1427 H / 4-6 Maret 2006 dilaksanakan “Mudzakarah Ulama se-Sumatera” di Asrama Haji Palembang. Hasil mudzakarah ‘ulama tersebut, antara lain, telah mengamanatkan panitia yang ada untuk menindaklanjuti pelaksanaan mudzakarah ‘ulama tersebut dengan “Mudzakarah ‘Ulama Serumpun Melayu.
Dalam proses pelaksanaannya, panitia tersebut memandang perlu untuk menyempurnakan susunan kepanitiaan sesuai dengan luasnya tanggung jawab yang akan diembannya. Maka, berdasarkan petunjuk Allah sebagaimana difirmankan-Nya dalam Qs.61:14, selanjutnya Panitia Mudzakarah ‘Ulama se-Sumatera disempurnakan menjadi Dewan Perancang dan Panitia Pelaksana Mudzakarah Ulama yang disingkat menjadi “DP3MU” Serumpun Melayu yang bertindak sesuai dengan fungsinya.
Dewan Perancang dan Panitia Pelaksana Mudzakarah Ulama (DP3MU) Serumpun Melayu terdiri dari 2 (dua) pembagian kerja dalam bentuk Dewan Perancang Mudzakarah ‘Ulama (DPMU) dan Panitia Pelaksana Mudzakarah ‘Ulama (PPMU) Serumpun Melayu.. PPMU dengan susunan lengkap yang akan mengatur, menjabarkan dan melaksanakan program kerja sesuai dengan petunjuk dan pengarahan dari DPMU menuju terlaksananya Mudzakarah Ulama Serumpun Melayu.

3. Sosialisasi
Dalam upaya menyebarluaskan informasi selengkap-lengkapnya tentang program Mudzakarah ‘Ulama Serumpun Melayu yang insya Allah diselenggarakan pada tahun 2010, maka DP3MU melalui Panitia Pelaksana memandang perlu mengadakan sosialisasi kepada seluruh komponen ummat Islam di berbagai wilayah dan negara yang berada di dalam kawasan Rumpun Melayu yang meliputi Indonesia, Malaysia, Pattani Thailand, Brunei Darussalam, Singapura, dan Filipina.
Selain itu, untuk menunjang program sosialisasi tersebut, Panitia telah membuat situs resmi http// www.al-ulama.net dengan harapan agar informasi tentang eksistensi Mudzakarah ‘Ulama Serumpun Melayu tersebut dapat dengan mudah diakses dan diperoleh.

4. Musyawarah
Salah satu tahapan proses yang digagas oleh DP3MU dalam upaya mensukseskan program Mudzakarah ‘Ulama Serumpun Melayu tahun 2010 adalah melaksanakan musyawarah-musyawarah yang disusun secara berkala dan berkesinambungan. Musyawarah-musyawarah tersebut adalah sebagai berikut :

a. Musyawarah Harian
Musyawarah ini diselenggarakan setiap bulan guna memperoleh informasi-informasi penting seputar perjalanan DP3MU, dan membahas beberapa point penting sebagai bahan pembicaraan pada Musyawarah Pleno DP3MU. Musyawarah ini sendiri selain dihadiri oleh Pengurus Harian DPMU, juga dihadiri oleh Pengurus Harian PPMU.

b. Musyawarah Pleno
Musyawarah ini diselenggarakan secara priodik setiap enam bulan guna memperoleh satu pemahaman dan kebulatan tekad dalam kebersamaan, serta membahas rencana dan program kerja DP3MU kedepan. Musyawarah ini sendiri tidak hanya dihadiri oleh semua anggota Dewan Perancang dan Panitia Pelaksana Mudzakarah Ulama Serumpun Melayu saja, akan tetapi juga turut dihadiri oleh para ‘ulama-‘ulama yang diundang secara khusus oleh DPMU.

c. Musyawarah Utama/Khusus
Musyawarah ini diselenggarakan secara khusus oleh DP3MU apabila didalam proses perjalanannya ditemukan suatu permasalahan khusus yang dipandang penting untuk dibicarakan dan diputuskan secara bersama. (DP3MU)

MUDZAKARAH ULAMA 2010 UPAYA MENGEMBALIKAN PERAN AL’ULAMA

Mengawali tulisan ini, kiranya para ‘Ulama dapat memafhumi bahwa tulisan yang sangat sederhana ini tidak lebih dari harapan akan mendapatkan tempat dihati para ‘Ulama pilihan Allah sebagai Al’Arif dan Al Khowasy. Kemungkinan tulisan ini dapat dianggap sebagai taushiyah yang sangat sederhana, namun kiranya dapat bernilai positif untuk dipertimbangkan. Mengingat bahwa suara jeritan nurani ummat telah kedengaran diseluruh penjuru dunia, disebabkan nilai Ad-Din dan Kemanusiaan telah dinafikan oleh kafirin dan musyrikin serta ditenggelamkan melalui hasil teknologi modern dan peradaban messianik mereka.

Dalam kenyataannya, jeritan kemanusiaan telah dan sedang mendambakan “Sosok ‘Ulama” yang peka dan mampu membaca sorotan, lirikan dan pandangan kafirin dan musyikin terhadap Dunia Islam dan Ummat Muslimin. Berpangkal dari permasalahan inilah kiranya Allah akan tunjukkan KebenaranNya, bahwa peran ‘Ulama akan merupakan langkah strategis bagi membangun citra dan cita Islam menuju Daulah Islam Dunia yang dijanjikan Allah. Para ‘Ulama sebagai Al’Arif dan Al ‘Khowasy telah memahami betapa Kebenaran al Qur-an adalah muthlaq, dan bahkan dinyatakanNya sebagai “tiada kebengkokan” (Qs.39:28), yang dengan itu Allah telah menetapkanNya sebagai” Norma Hukum atas ummat manusia”(Qs.45:20).

Dalam perjalanan menuju janji Allah, memang secara logika adalah bukan perkara yang mudah, dan betapa rapatnya berbagai program kejahatan kaum kafir terhadap Islam dan ummat Islam, sebagai mana telah ditunjukkan Allah dalam al Qur-an, sehingga antara yang digambarkan al Qur-an dengan kenyataan benar-benar telah terpadu, seperti antara lain :

a. Berbagai pertemuan antar mereka secara mendunia, berupaya untuk memadamkan Cahaya Kebenaran Islam, walaupun hal itu mereka sadari sebagai suatu kemustahilan (Qs.61:8)
b. Mengorbitkan sembilan Aktor Intellectual melalui tindakan yang beralibi dalam peran mafia, mereka berupaya untuk merusak Dunia Islam dengan segala cara (Qs 27:48-49).
c. Mengadakan persekongkolan untuk mengkondisikan secara paksa dengan menyuarakan permusuhan yang mendalam (Intimate Enimity) terhadap ummat Islam sedunia (Qs 22:72)

Menanggapi semua itu sudah barang tentu para ‘Ulama telah faham, karena al Qur-an sendiri telah menginformasikannya. Sekarang tinggal menetapkan kebersamaannya dalam satu titik temu sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah (Qs.47:31) melalui proses bermudzakarah. Sungguh betapa agungnya Allah menetapkan dan mengamanatkan permasalahan besar tersebut kepada Al’Ulama, dan Rasulullah saw menjelaskan perihal ‘Ulama sebagai pemegang amanah para Rasul, dan melalui penjelasannya pula bahwa Al’Ulama itu sebagai pemegang amanah Allah atas makhluqNya.

Para ‘Ulama adalah sosok yang dikehendaki Allah untuk memandu ummat Islam dalam menjemput Janji Allah yang pasti, yaitu Daulah Islam Dunia yang nantinya akan diawali dengan KetetapanNya, yaitu kepemimpinan “Al-Mahdi”(H.Sh.Abu Daud;Ibnu Majah;Al Hakim), dan berlanjut dengan Ketetapan Allah, yaitu bangunan “Khilafatul Muslimin” secara mendunia, dan akan terjadi kemuliaan atas mukminin dan kehinaan atas kafirin sampai akhir zaman.

Dengan mengingati terhadap petunjuk dan ketetapan Allah SWT dalam Al Qur-an dan penjelasan Rasulullah saw dalam al Haditsnya, sudah cukup dan sangat jelas, maka alangkah baiknya sekiranya para ’Ulama, dalam berpacu dengan waktu, mengkonsentrasikan diri untuk membangun kesepakatan dunia melalui tahapan berdasarkan menejemen al Qur-an dan petunjuk serta panduan Rasulullah saw.

Adapun sebenarnya, pangkal kehancuran pola kehidupan kaum Yahudi dan Nashara, dan mengakhiri perjalanan Sejarah Khilafah Bani Israil sebagai phase pertama (Qs.7:160) dan bahkan mereka berakhir dengan menjadi ummat yang terkutuk melalui lidah Daud as dan Isa as (Qs.5:78) adalah akibat dari ulah para ‘Ulama mereka yang telah berubah kiblat menjadi kaum materialis dan bahkan menjadi penghambat Kebenaran Islam tempo dulu (Qs 9:43).

Sejarah ini kiranya dapat dijadikan sebagai i’tibar bagi para muttabi’ur rasul dalam kiprah pembangunan masyarakat ummat manusia di seluruh dunia pada akhir zaman untuk phase kedua atau phase terakhir sekarang ini. Allah tiada lagi mengutus nabiNya setelah Muhammad saw dinyatakanNya sebagai penutup seluruh para nabi (Qs.33:40) maka kiranya dapat menjadi petunjuk utama dan dapat menjadi peringatan muthlaq serta pokok perhatian para ’Ulama, sebagai Al’Arif dan Al Khowasy. Peristiwa tersebut adalah merupakan tahapan perjalanan yang memang telah diatur dan ditentukan Allah. Untuk itu ada beberapa bukti, antara lain adalah :

a. Pernyataan Rasulullah saw perihal keberadaan para mujaddid pada setiap awal seratus tahun [H.Sh.riw.Abu Daud.Al Hakim, Al Baihaqi dari jalan Abu Hurairah], akan merupakan proses perjalanan waktu menuju Ketetapan Allah, yaitu Penegakan Daulah Islam Dunia secara muthlaq atas KekuasaanNya.

b. Gambaran tentang kenyataan sejarah, bahwa ummat Islam Rumpun Melayu mempunyai perjalanan “sejarah termahal didunia” setelah perjalanan sejarah Bani Israil yang digambarlan dalam al Qur-an, untuk diambil sebagai i’tibar (Qs.12:111). Janji Allah cukup dan sangat jelas, tentang penetapanNya untuk menjadi “Pemimpin-pemimpin bertaraf Dunia” (Qs.28:5). Yang dengan itu akan merupakan perjalanan awal menuju keberlakuan Hukum Islam atas ummat manusia seluruh dunia sampai akhir zaman.

Memperhatikan permasalahan tersebut berarti siapatah lagi yang menjadi dambaan ummat dan dambaan kemanusiaan, kalau bukan para sosok hamba Allah yang dikategorikan al ‘arif dan al’khowasy, karena Allah telah menetapkan (Qs.35:28) dan Rasulullah saw telah menjelaskannya. Hal ini berarti bahwa pola berittifaq dalam rangka bermudzakarah adalah merupakan langkah strategis sebagai jaminan dalam memelihara citra perjalanan ummat Islam menjemput Janji Allah yang pasti. Memang sungguh dapat diakui kebenarannya, bahwa jalan ke Roma ada mempunyai 1001 jalan, akan tetapi jalan menjemput janji Allah terwujud Daulah Islam Mendunia, hanyalah satu jalan, sebagai alternatif yang tiada duanya, yaitu “Mudzakarah Al’Ulama”. Inilah sebenarnya rahasia Kebenaran Al Qur-an yang tidak mungkin dapat ditelaah dan difahami oleh kafirin dan musyrikin yang selama ini bersikap sebagai predator, agressor, dan jingoisme atas ummat yang berada di Benua tempat Allah mengutus Rasul keutamaannya dan menurunkan al Qur-an sebagai penyempurna seluruh Kitab-Kitab Allah terdahulu.-(DP3MU)

Senin, 09 Februari 2009

KUSUFUL QOMARIY

Pada 14 shafar 1430 Hijriyah atau 9 Februari 2009, wilayah Indonesia mengalami gerhana bulan penumbra. Gerhana yang akan terjadi nanti dapat diamati dari seluruh daerah di Indonesia. Bulan berada di langit sebelah timur pada saat dimulainya gerhana pukul 12.36 UT atau 19.36 WIB. Gerhana ini mencapai fase puncaknya pada pukul 14.38 UT atau 21.38 WIB dan berakhir pada pukul 16.39 UT atau 23.39 WIB. Maka telah dilaksanakan sholat kusuf (gerhana bulan) pada malam tadi dibeberapa masjid di Indonesia, termasuk di Masjid al Muqoffa di Yayasan AKUIS yang diikuti beberapa ummat msulim di sekitar kota Palembang termasuk anggota DP3MU.






Sesuai dengan namanya, pada gerhana bulan penumbra [semu; Penumbra Eclipse of the Moon ; Khusuful Qomariy ] hanya bayangan penumbra Bumi saja yang jatuh di permukaan Bulan. Akibatnya, bulan bukannya mengalami perubahan bentuk sebagaimana yang terjadi pada gerhana Bulan total ataupun gerhana Bulan sebagian, melainkan hanya akan mengalami perubahan kecerlangan. Perubahan kecerlangan Bulan ini akan sulit kita deteksi dengan mata telanjang kecuali ketika memasuki puncak gerhana, walaupun pada saat itu tidak seluruh permukaan Bulan tertutupi penumbra.

InsyaAllah, nanti akan terjadi gerhana-gerhana selanjutnya di tahun 2009 ini, yaitu Gerhana Bulan Penumbra 7 Juli 2009, Gerhana Matahari Total 22 Juli 2009, Gerhana Bulan Penumbra 6 Agustus 2009, dan Gerhana Bulan Sebagian 31 Desember 2009, yang sekaligus akan menandai pergantian tahun.

Bukan Sekedar Fenomena Alam

Allah SWT., menyatakan :
الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ
“matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan” (Qs.Arrahman:5)

Lafadz بِحُسْبَانٍ bermakna pula alat perhitungan (hisab) bagi waktu-waktu ibadah. Seperti dalam waktu masuk sholat wajib 5 waktu, sholat dhuha, sholat gerhana, shoum dan haji. Semuanya berpatokan pada kedudukan bulan dan matahari terhadap bumi.

Bagi sebagian orang (kelompok ingkar sunnah) ada yang mengingkari sholat gerhana dan sholat dhuha dengan alasan bahwa hal ini ini adalah bid’ah, karena sama saja dengan menyembah matahari dan bulan. Mereka menggunakan beberapa dalil antara lain Surah Fushilat ayat 37 :

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika ialah yang kamu hendak sembah”.

Namun tentunya hal ini tidaklah perlu kita hiraukan karena merupakan tafsir ‘ala jahiliyah. Sedangkan hadits-hadits dari Muhammad Rosulullah mengenai tuntunan sholat dhuha dan gerhana yang wajib kita percayai. Jika memang kelompok pengingkar ini tidak menginginkan matahari dan bulan sebagai ketetapan waktu beribadah, berarti mereka juga telah mengingkari seluruh ibadah sholat, shoum dan haji.

Dalam ayat lain Allah menjelaskan :

Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Qs.17:78).

Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (Qs.10:5)

Shalat kusuf (gerhana bulan) dan khusuf (gerhana matahari) merupakan sunnah mua’kkad. Disunahkan bagi orang muslim untuk mengerjakannya. Hal itu didasarkan pada hadits berikut ini:

Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia bercerita bahwa pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terjadi gerhana matahari, lalu beliau mengerjakan shalat bersama orang-orang. Maka beliau berdiri dan memanjangkan waktu berdiri, lalu beliau ruku dan memanjangkannya. Kemudian beliau berdiri dan memanjangkannya –berdiri yang kedua ini tidak selama berdiri pertama-. Setelah itu, beliau ruku dan memanjangkan ruku, ruku-nya ini lebih pendek dari ruku pertama. Selanjutnya, beliau sujud dan memanjangkannya. Kemudian beliau mengerjakan pada rakaat kedua seperti apa yang beliau kerjakan pada rakaat pertama. Setelah itu, beliau berbalik sedang matahari telah muncul. Lalu beliau memberikan khutbah kepada orang-orang. Beliau memanjatkan pujian dan sanjungan kepada Allah. Dan setelah itu, beliau bersabda :

“Artinya : Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua (tanda) dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena itu, jika kalian melihat hal tersebut maka hendaklah kalian berdo’a kepada Allah, bertakbir, shalat dan bershodaqoh”. Setelah itu, beliau bersabda : “Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang yang lebih cemburu dari Allah jika hambaNya, laki-laki atau perempuan berzina. Wahai umat Muhammad, seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis” (Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani)

Sejarah Sholat Gerhana

Pada suatu waktu di Madinah mengalami gerhana matahari, bertepatan pada hari itu seorang anaknya Muhammad Rosulullah yang bernama Ibrahim diwafatkan Allah. Maka ada orang yahudi dan munafiq yang menyebarkan kabar bohong bahwa gerhana terjadi karena wafatnya anak rosulullah. Maka dengan datangnya hadits di atas merupakan bantahan terhadap pendapat tersebut atau sebagai asbabun wurudnya (sebab turunnya).

Dapat di katakan, sisi dalil yang dikandung hadits di atas, bahwa perintah mengerjakan sholat itu berbarengan dengan perintah untuk bertakbir, berdo’a, dan bershodaqoh. Karena rosul membenci orang-orang yang makan minum ditempat orang yang mengalami musibah kematian, maka adanya perintah bershodaqoh dengan membawa makanan dan minuman untuk dibagikan selepas sholat gerhana merupakan suatu bantahan yang jelas terhadap isu yang berkembang saat itu.

Tuntunan Sholat Khusuf


Pertama, Tidak Ada Adzan Dan Iqamah Untuk Shalat Kusuf

Para ulama telah sepakat untuk tidak mengumandangkan adzan dan iqomah bagi shalat kusuf [3]. Dan yang disunnahkan [4] menyerukan untuknya “ Ash-Shalaatu Jaami’ah”.

Yang menjadi dalih bagi hal tersebut adalah apa yang ditegaskan dari Abdullah bin Amr Radhiyallahuma, dia bercerita : “Ketika terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, diserukan : Innash Shalaata Jaami’ah” Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani.[5]

Kedua, Jumlah Raka’at Shalat Kusuf

Shalat gerhana itu dikerjakan dua rakaat dengan dua ruku’ pada setiap rakaat. Yang menjadi dalil hal tersebut adalah hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha yang telah kami sampaikan sebelumnya. Dan juga hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, dia bercerita : “Pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliaupun berdiri dengan waktu yang panjang sepanjang bacaan surat Al-Baqarah. Kemudian beliau ruku dengan ruku yang cukup panjang, lalu beliau bangkit dan berdiri dalam waktu yang lama juga- -tetapi lebih pendek dari berdiri pertama-. Kemudian beliau ruku dengan ruku yang lama –ruku yang lebih pendek dari ruku pertama-. Setelah itu, beliau sujud. Kemudian beliau berdiri dalam waktu yang lama –tetapi lebih pendek dari berdiri pertama. Selanjutnya, beliau ruku dengan ruku yang lama- ruku yang lebih pendek dari ruku pertama. Setelah itu, beliau sujud. Kemudian beliau berbalik, sedang matahari telah muncul. Maka beliau bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena itu, jika kalian melihat hal tersebut, maka berdzikirlah kepada Allah”

Para sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, kami melihatmu mengambil sesuatu di tempat berdirimu, kemudian kami melihatmu mundur ke belakang”. Beliau bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya aku melihat Surga, maka aku berusaha mengambil setandan (buah-buahan). Seandainya aku berhasil meraihnya, niscaya kalian akan dapat memakannya selama dunia ini masih ada. Dan aku juga melihat Neraka, aku sama sekali tidak pernah melihat pemandangan yang lebih menyeramkan dari pemandangan hari ini. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah wanita”.

Para sahabat bertanya, “Karena apa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Karena kekufuran mereka”. Ada yang bertanya “Apakah mereka kufur kepada Allah?”. Beliau menjawab.

“Artinya : Mereka kufur kepada keluarganya (suaminya), dan kufur terhadap kebaikan (tidak berterima kasih). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka sepanjang waktu, lalu dia melihat sesuatu (kesalahan) darimu, niscaya dia akan mengatakan : “Aku tidak pernah melihat kebaikan sedikitpun darimu” {Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani] [6]

Kesimpulan

Didalam hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha dan Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma diatas terdapat dalil yang menunjukkan disunnatkannya khutbah dalam shalat kusuf, yang disampaikan setelah shalat.[7]

Ketiga, Menjaharkan Bacaan Dalam Shalat Kusuf

Bacaan dalam shalat kusuf dibaca dengan jahr (suara keras), sebagaimana yang dikerjakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjaharkan bacaannya dalam shalat kusuf. Jika selesai dari bacaannya, beliau pun bertakbir dan ruku. Dan jika dia bangkit ruku, maka beliau berucap : “Sami Allaahu liman Hamidah. Rabbana lakal hamdu”. Kemudian beliau kembali mengulang bacaan dalam shalat kusuf. Empat ruku dalam dua rakaat dan empat sujud.” Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani] [8]

At-Tirmidizi rahimahullah mengatakan : “Para ulama telah berbeda pendapat mengenai bacaan didalam shalat kusuf. Sebagian ulama berpendapat supaya dibaca pelan (sirr, dengan suara tidak terdengar) dalam shalat kusuf pada waktu siang hari. Sebagian lainnya berpendapat supaya menjaharkan bacaan dalam shalat kusuf pada siang hari. Sebagaimana halnya dengan shalat ‘Idul Fithi dan Idul Adha serta shalat Jum’at. Pendapat itulah yang dikemukakan oleh Malik, Ahmad dan Ishaq. Mereka berpendapat menjaharkan bacaan pada shalat tersebut. Asy-Syafi’i mengatakan : Bacaan tidak dibaca Jahr dalam shalat sunnat [9]

Dapat saya katakan bahwa apa yang sesuai dengan hadits, itulah yang dijadikan sandaran [10]. Wabillahi Taufiq

Keempat, Shalat Kusuf Dikerjakan Berjamah Di Masjid.

Yang sunnat dikerjakan pada shalat kusuf adalah mengerjakannya di masjid. Hal tersebut didasarkan pada beberapa hal berikut ini.

[1]. Disyariatkannya seruan di dalam shalat kusuf, yaitu dengan “Ash-Shalaatu Jaami’ah”
[2]. Apa yang disebutkan bahwa sebagian sahabat mengerjakan shalat kusuf ini dengan berjama’ah di masjid.[11]
[3]. Isyarat yang diberikan oleh kedua riwayat di atas dari hadits Aisyah dan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat gerhana itu secara berjama’ah di masjid. Bahkan dalam sebuah riwayat hadits Aisyah di atas, dia bercerita, “Pada masa hidup Rasulullah pernah terjadi gerhana matahari, lalu beliau pergi ke masjid, kemudian beliau berdiri dan bertakbir, dan orang-orang pun membuat barisan di belakang beliau. [12]

Kelima, Jika Seseorang Tertinggal Mengerjakan Satu dari Dua Ruku Dalam Satu Raka’at.

Shalat kusuf ini terdiri dari dua rakaat, masing-masing rakaat terdiri dari dua ruku dan dua sujud. Dengan demikian, secara keseluruhan, shalat kusuf ini terdiri dari empat ruku dan empat sujud di dalam dua rakaat.

Barangsiapa mendapatkan ruku kedua dari rakaat pertama, berarti dia telah kehilangan berdiri, bacaan, dan satu ruku. Dan berdasarkan hal tersebut, berarti dia belum mengerjakan satu dari dua rakaat shalat kusuf, sehingga rakaat tersebut tidak dianggap telah dikerjakan.Berdasarkan hal tersebut, setelah imam selesai mengucapkan salam, maka hendaklah dia mengerjakan satu rakaat lagi dengan dua ruku, sebagaimana yang ditegaskan di dalam hadits-hadits shahih. Wallahu a’lam.

Yang menjadi dalil baginya adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang bukan atas perintah kami, maka dia akan ditolak” [Muttaffaq ‘alaihi] [13]

Dan bukan dari perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, shalat satu rakaat saja dari shalat kusuf dengan satu ruku. Wallahu ‘alam

Shalat gerhana bulan dikerjakan sama seperti shalat gerhana matahari. Hal tersebut didasarkan pada sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua (tanda) dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena itu, jika kalian melihat hal tersebut maka hendaklah kalian berdo’a kepada Allah, bertakbir, shalat dan bersedekah”.[14]

Dapat saya katakan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah pernah mengerjakan shalat gerhana matahari dan beliau menyuruh kita untuk melakukan hal yang sama ketika terjadi gerhana bulan. Dan hal itu sudah sangat jelas lagi gamblang. Wallahu ‘alam

Ibnu Mundzir mengatakan : “Shalat gerhana bulan dikerjakan sama seperti shalat gerhana matahari” [15]

[Disalin dari kitab Bughyatul Mutathawwi Fii Shalaatit Tathawwu, Edisi Indonesia Meneladani Shalat-Shalat Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Penulis Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i]
_________
Rujukan:
[1]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di beberapa tempat, yang diantaranya di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Ash-Shadaqah fil Kusuuf (hadits no. 1044). Dan redaksi di atas adalah miliknya. Dan juga Muslim di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Shalaatul Kusuuf (hadits no. 901).
[2]. Lihat sekitar Dalalaatul Itqiraan, kapan waktu muncul, kapan muncul kelemahannya, dan kapan pula keduanya sama . Badaa’iul Fawaa’id (IV/183-184)
[3]. Fathul Baari (II/533) dan Masuu’atul Ijmaa (I/696)
[4]. Syarhul Umdah, karya Ibnu Daqiqil Ied (II/135-136). Dan juga kitab Fathul Baari (II/533).
[5]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di beberapa tempat, yang diantaranya di dalam Kitaabul Kusuuf, bab An-Nidaa bish Shalaati Jaami’ah fil Kusuuf (hadits no. 1045). Dan lafazh di atas adalah miliknya. Dan juga diriwayatkan oleh Muslim di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Dzikrun Nidaa bi Shalaatil Kusuuf : Ash-Shalaatu Jaami’ah, (hadits no. 910). Lihat Jaami’ul Ushuul (VI/178)
[6]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di beberapa tempat, yang diantaranya di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Shalaatil Kusuuf Jama’atan, (hadits no. 1052), dan lafazh di atas adalah miliknya. Dan juga diriwayatkan oleh Muslim di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Maa ‘Aradha Alan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam fii Shalaatil Kusuuf min Amril Jannah wan Naar, (hadits no. 907). Dan lihat kitab. Jaami’ul Ushuul (VI/173).
[7]. Dan termasuk terjemahan Al-Bukhari di dalam (Kitaabul Kusuuf, bab Khuthbatul Imam fil Kusuuf), Aisyah dan Asma Radhiyallahu ‘anhuma berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhutbah…” Selanjutnya, dia menyitir hadits Aisyah di atas, Fathul Baari (II/533-534)
[8]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di beberapa tempat, di antaranya di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Al-Jahr bil Qiraa’ah fil Kusuuf, (hadits no. 1065) dan lafazh diatas adalah miliknya. Dan juga diriwayatkan oleh Muslim di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Shalaatul Kusuuf, (hadits no. 901). Lihat Jaami’ul Ushuul (VI/156).
Takhrij hadits ini telah diberikan sebelumnya, tanpa memberi isyarat kepada riwayat ini.
[9]. Sunan At-Tirmidzi (II/448 –tahqiq Ahmad Syakir).
[10]. Lihat ungkapan Asy-Syafi’i dan dalilnya di dalam kitab Al-Umm (I/243). Juga pembahasan dalil-dalilnya serta penolakan terhadapnya di dalam kitab, Fathul Baari (II/550)
[11]. Dari terjemahan Al-Bukhari di dalam kitab Shahihnya, bab Shalaatul Kusuuf Jamaa’atan. Dan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu menjadi imam untuk shalat mereka di pelataran zam-zam. Ali bin Abdullah bin Abbas mengumpulkan (orang-orang). Dan Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma pun shalat …”. Kemudian dengan sanadnya dia menyitir hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma terdahulu.
Pendapat yang mensyariatkan shalat kusuuf dengan berjama’ah adalah pendapat jumhur. Sekalipun imam tetap tidak hadir, maka sebagian mereka boleh menjadi imam atas sebagian lainnya. Lihat kitab Fathul Baari (II/539-540).
[12]. Dari terjemah Al-Bukhari di dalam kitab Shahihnya : Bab : Shalatul Kusuuf fil Masjid. Di dalamnya dsiebutkan hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha di atas dengan riwayat yang didalamnya terdapat ucapannya : “Kemudian pada suatu pagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menaiki kendaraan, lalu terjadilah gerhana matahari. Kemudian beliau pulang kembali pada waktu Dhuha, maka beliau pun berjalan di antara rumah-rumah isteri beliau …. (hadits no. 1056).

Di dalam kitab Fathul Baari (II/544), dalam mengomentari hadits ini, Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan : “Tidak ada pernyataan jelas yang menyebutkan bahwa shalat kusuf ini dikerjakan di masjid, tetapi hal tersebut disimpulkan dari perkataan Aisyah : “Lalu beliau berjalan di dekat rumah-rumah para isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memang menempel pada masjid. Dan shalat kusuf di masjid ini telah dinyatakan secara gamblang dalam sebuah riwayat Sulaiman bin Bilal, dari Yahya bin Sa’id, dari Umrah yang ada pada Muslim (saya katakan : “Hadits no. 903) Dan lafazhnya adalah sebagai berikut :” Kemudian aku keluar di antara para wanita di depan rumah isteri-isteri Nabi di masjid. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dan turun dari binatang tunggangannya hingga akhirnya sampai ke tempat shalat yang beliau mengerjakan shalat di sana”.
Dapat saya katakan, dan yang lebih jelas dari itu adalah apa yang terdapat dalam hadits Aisyah terdahulu, yang ada pada Muslim, pada no. 901 Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata : “Pada masa hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari, lalu beliau pergi ke masjid, kemudian beliau berdiri dan bertakbir, dan orang-orang pun membuat barisan di belakang beliau..”
[13]. Hadits shahih. Diriwayatlkan oleh Al-Bukhari sebagai kata pembuka dengan lafazh ini di dalam Kitaabul Buyuu’ bab An-Najasy, Fathul Baari (IV/355). Dan diriwayatkan secara bersambungan di dalam Kitabush Shulh, bab Idzaa Ishtalahu ‘alaa Shulhi Juurin fa Shulhu Marduud, dengan lafazh : “Barangsiapa membuat suatu hal yang baru dalam perintah kami ini, yang bukan darinya, maka dia tertolak”. Dan diriwayatkan oleh Muslim di dalam Kitaabul Uqdhiyah, bab Naqdhul Ahkaam Al-Baathilah wa Raddu Muhdatsaatil Umuur, (hadits no. 1718). Dan lihat juga kitab, Jaami’ul Ushuul (I/289)
[14]. Takhrijnya sudah diberikan sebelumnya, dimana ia merupakan bagian dari hadits Aisyah mengenai shalat kusuf yang disebutkan di awal pembahasan
[15]. Al-Iqnaa, kartya Ibnul Mundzir (I/124-125)

MEMADUKAN LANGKAH PERJUANGAN

Manusia adalah makhluk Allah yang Dia ciptakan dalam bentuk yang sangat sempurna tapi kadang- kadang karena keberadaan hatinya yang senantiasa dibisiki oleh bisikan syaithoniah maka dengan sendirinya manusia tersebut jatuh dalam derajat yang sangat rendah. Biasanya manusia lebih senang memperturutkan hawa nafsu duniawiyah yang menjadi sunatullah dihiaskan dalam diri mereka [Qs.3 : 14]. Padahal Allah sudah menegaskan bahwa kehidupan dunia ini rendah [Qs.57 : 20] yang didalamnya merupakan permainan, senda gurau, dan saling berlomba banyak. Oleh karena itu bagi kita sebagai hamba Allah dituntut untuk memanfaatkan dunia sebaik-baiknya untuk kebahagiaan kita di akhirat kelak, karena dunia ini merupakan tangga untuk menuju kampung akhirat [Qs.7 : 32].

Disamping kita dituntut untuk memposisikan dunia sebagai sarana bagi kepentingan akhirat, kita juga tidak boleh melupakan tujuan Allah menciptakan kita yaitu untuk melaksanan pengabdian kepadaNya [Qs.51 : 56], yang bentuk pengabdian kepada Allah SWT ini meliputi tiga dimensi dimana masing-masing tidak bisa dipisah-pisahkan yaitu:

1. Dimensi Vertikal yaitu bentuk pengabdian kepada Allah SWT yang berupa ibadah taqorrub kepada Allah.
2. Dimensi Horizontal yaitu bentuk pengabdian kepada Allah SWT yang berupa membina hubungan baik dengan alam, yang dalam hal ini memanfaatkan kandungan dengan tidak mengabaikan keseimbangan alam.
3. Dimensi Konsekuensial yaitu bentuk pengabdian kepada Allah SWT yang berupa membina hubungan baik dengan sesama manusia sebagai makhluk Allah SWT.

Untuk dapat menepati ketiga bentuk pangabdian tersebut, masing-masing pribadi kita dituntut untuk senantiasa aktif dalam upaya memperbaiki diri dengan aktivitas tadabbur Al Qur’an [Qs.47:24] karena sudah menjadi ketetapan Allah bahwa Al qur’an ini adalah perbekalan yang sangat meliputi bagi hamba Allah yang melakukan pengabdian [Qs.21 : 106].

Disamping itu ada juga orang-orang yang tidak mau senantiasa mentadabburi al Qur-an, akibatnya bermunculanlah berbagai macam penyakit masyarakat yang mewabah diantaranya :

1. Sceptisisme [Qs.8 : 21- 23].
Sceptisisme adalah suatu penyakit yang tidak mau tahu atau masa bodoh terhadap petunjuk al Qur-an.

2. Agnotisisme [Qs.8:47].
Agnotisisme adalah penyakit yang selain tidak mau mengikuti petunjuk al Qur-an dan bahkan menentang terhadap orang-orang yang menyampaikan al Qur-an.

3. Eklektisisme [Qs.6:116]
Eklektisisme adalah suatu penyakit yang lebih senang dan yakin akan perbuatan kebanyakan orang dari pada petunjuk dari al Qur-an dan Sunnah Rasulullah yang Shohih sehingga dia dalam beribadah kepada Allah lebih memilih untuk mengikuti perbuatan yang dilakukan oleh kebanyakan orang.

4. Hedonisme [Qs. 76:27]
Hedonisme adalah penyakit yang lebih mencintai dunia yang sifatnya segera ini dan mengabaikan kehidupan akhirat yang kekal.

5. Logika [Qs.45:23-24]
Logika adalah penyakit yang lebih mengutamakan hawa nafsu dan mereka beranggapan bahwa mereka hidup dan mati dengan sendirinya tanpa ada yang mengatur.

Untuk dapat mengobati penyakit yang ada dalam diri masyarakat ini tidak lain adalah dengan melakukan aktivitas tadabbur al Qur-an [Qs. 39:18]. Dengan senantiasa mentadabburi al Qur-an inilah akan terbina kesemangatan untuk mengangkat kebesaran nilai-nilai al Qur-an dimuka bumi ini yang nantinya Allah akan limpahkan keberkahan dari langit maupun dari bumi ini [Qs. 5:66].

Melalui ayat diatas tampak berlaku ketetapan Allah dari zaman dahulu sampai sekarang. Dimulai sejak diturunkannya Nabi Nuh as sampai Nabi Ibrahim as sebagai pemegang amanah risalah, kemudian disempurnakan lagi dengan diutus Nabi Musa as sebagai pembawa Taurat dan Zabur, kemudian disempurnakan lagi oleh nabi Isa as dengan kitab Injil, kemudian yang terakhir diturunkanlah Nabi Muhammad saw dengan membawa kitab al Qur-an sebagai penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya. Allah menjadikan lupa bagi tiap-tiap umat terdahulu terhadap kitab suci masing-masing dan Allah ganti dengan yang lebih sempurna yaitu al Qur-an [Qs. 2:106].

Dengan menyadari bahwa al Qur-an adalah kitab yang sempurna, mengapa kita masih meragukannya serta tidak mau senantiasa mentadabburi al Qur-an dan tidak mau ikut serta dalam menjemput janji Allah yaitu akan tegaknya hukum Islam mendunia [Qs.9:33] sehingga nantinya akan ada dua golongan dimuka bumi ini yaitu golongan kafir yang dihinakan Allah dan golongan mukmin yang dimuliakan Allah [al Hadits]:


ـ ليبلغنّ هذا الأمر ما بلغ اليل والنّها ر ولا يترك الله بيت مدرٍ ولا وبر إلأ أدخله اللهُ هذا الدّين بعذّ عذيذٍ او بذل ذليلٍ, عذّا بعذّ اللهُ به الإسلام وذلاّ بذلِّ به الكفْر ـ

رواه مسلم و ابوداود عن شؤبان.

"Sesungguhnya Islam ini akan sampai ke bumi yang dilalui oleh malam dan siang. Allah tidak akan melewatkan seluruh kota dan pelosok desa, kecuali Allah memasukkan Addin ini ke daerah itu, dengan memuliakan yang mulia dan merendahkan yang hina. Yaitu memuliakan dengan Islam dan merendahkan dengan kekufuran"

Dalam menyongsong janji Allah ini maka diperlukan peran serta para ‘ulama untuk melakukan mudzakarah yang dalam prosesnya perjalanannya dibentuklah “Dewan Perancang dan Panitia Pelaksana Pelaksana Mudzakarah ‘Ulama” yang disingkat DP3MU . Dilihat dari perjalanan DP3MU sampai sekarang akan timbullah beberapa pertanyaan antara lain:

- Mengapa dalam kepengurusan “DP3MU”selalu diadakan pengembangan ?
Jawab :

Lahirnya DP3MU adalah melalui proses tadabbur al Qur-an yang menjadi program utama “Yayasan AKUIS” (Amanat Kesejahteraan Umat Islam), dengan maksud mengentaskan “Ulu Baqiyyah” (kelompok sisa) [Qs.11:116], yang terdiri dari Ulama Intellect dan Intellectual Ulama. Dengan itu akan muncul rasa peduli terhadap perkembangan keadaan dan mempunyai wawasan serta sikap yang dipandukan oleh Rasulullah [Qs.9:128]. Kemudian secara kebersamaan bertugas mensosialisasikan al Qur-an [Qs.28:85] dan Hadits Shoheh. Serta berupaya untuk mengumpulkan para Ulama yang waro’ [Qs.35:28], untuk diajak melaksanakan ittifaq (mudzakarah) Ulama [Qs.2:208]. Maka langkah pengembangan dalam kepengurusan itu bertujuan untuk mengerucutkan wawasan dalam menuju titik terang bagi seluruh hamba Allah yang tergabung dalam DP3MU.

- Benarkah DP3MU dalam mengupayakan pelaksanaan Mudzakarah Ulama tidak membedakan keberadaan firqoh dalam Islam


Jawab:
Yang dipedomani oleh Pengurus DP3MU adalah para ‘Ulama yang satu pernyataan, yaitu “Rodlitu billahi robban, wabil Islami dinan, wabi Muhammadin Nabiyyan wa Rasulan” [Hadits Shoheh], karena masalah firqoh adalah “urusan Allah” yang merupakan hak absolut bagiNya [Qs.6:159];

إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ (١٥٩)

“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.”

Inilah satu-satunya jalan menuju kesatuan Dunia Islam secara utuh dan kuat, sebagai awal kesiapan para ‘Ulama dan ummat Islam [Qs.8:73], bagi langkah selanjutnya, yaitu menjemput keadaan yang ditetapkan dalam janji Allah yang tidak dapat direkayasa oleh fikiran (ra’yu) [Qs.59:2].

- Apakah yang menjadi target dari perjalan DP3MU ?

Jawab:

Target dari program DP3MU adalah terlaksananya Mudzakarah ‘Ulama sampai tingkat Mendunia, karena hal ini adalah perintah al Qur-an [Qs.2:208]. Dalam hal ini sangat menuntut kepiawaian para ‘Ulama dalam kebersamaannya, antara lain:

1. Kemauan dan kemampuan dalam menepati Menejeman al Qur-an [Qs.25:52] dengan wujud langkah yang jelas dibenarkan Allah dan Rasul [Qs.6:153]. Dan bukan melaksanakan Menejemen Jibti dengan pola sistem thoghut [Qs.4:51].
2. Mendambakan kesaksian Allah disisiNYa [Qs.3:53]. Dan bukan mengikuti pola system kaum yang mengalami dehumanisasi yang dalam seluruh perilakunya menonjolkan sikap hedonisme intellectual [Qs.76:27].
3. Mewaspadai terhadap pola kiprah kafirin yang mengorbitkan 9 aktor intelektual yang dimotori berbagai bentuk mafia [Qs.27:48-49]. Maka untuk mengatasinya sangat menuntut kemampuan para ‘Ulama dalam melaksanakan sosialisasi al Qur-an [Qs.28:85], melalui penyampaian yang terang, gamblang, jelas dan lugas, karena kebenaran itu adalah hak atas ummat manusia keseluruhan [Qs.12:108].

Dengan demikian dalam Islam yang dituntut adalah pelaksanaan tugasnya, dan bukan hasil untuk dicapai dalam hidup ini. Karena jelas bahwa janji Allah itu pasti, bahwa dalam kehidupan ummat manusia didunia ini di akhir zman pasti ditegakkan Hukum Islam secara muthlaq dimuka bumi ini atas KekuasaanNya; Inila yang disebut “Daulah Islam sedunia, yaitu Khilafatul Muslimin” yang wajib dipercayai dan diyakini oleh setiap Muslim [Qs.24:55].

Disarikan dari Kaderisasi Mubaligh Sunnah, by Ust. Muhammad Bardan Kindarto

Minggu, 01 Februari 2009

MENJELANG MUSYAWARAH PLENO IV DP3MU

Berdasarkan keputusan Musyawarah Harian ke 10, DP3MU pada tanggal 20 Januari 2009 lalu, maka insyaAllah Musyawarah Pleno ke IV DP3MU akan dilangsungkan pada tanggal 14-15 Maret 2009, bertempat di Auditorium Yayasan AKUIS Palembang. Untuk ini panitia telah mengupayakan persiapan untuk menyambaut acara tersebut. Dari berbagai bidang tugas antara lain Bidang akomodasi, transportasi, konsumsi, humas, pendanaan, sekretariatan, acara dan documentasi-publikasi terus mengadakan pertemuan lanjutan untuk mematangkan persiapannya.

Adapun undangan yang dikirim sekitar 60 ulama, dimana 41 orang telah tergabung dalam Dewan Perancang sedangkan yang lainnya adalah ulama yang dihubungi beberapa bulan terakhir. Harapan kita semoga acara tersebut dapat semakin mematangkan persiapan DP3MU menuju Mudzakarah Ulama Serumpun Melayu yang insyaAllah dilangsungkan pada 2010 yang akan datang dengan segenap pengorbanan dari hamba-hamba Allah dengan mengharap keridhoan Allah.