MUDZAKARAH ULAMA

ومن الناس والدّواب والانعم مختلفٌ الونه كذلك انما يخشى الله من عباده العلماء انّ الله عزيزٌ غفورٌ ـ

Senin, 09 Februari 2009

MEMADUKAN LANGKAH PERJUANGAN

Manusia adalah makhluk Allah yang Dia ciptakan dalam bentuk yang sangat sempurna tapi kadang- kadang karena keberadaan hatinya yang senantiasa dibisiki oleh bisikan syaithoniah maka dengan sendirinya manusia tersebut jatuh dalam derajat yang sangat rendah. Biasanya manusia lebih senang memperturutkan hawa nafsu duniawiyah yang menjadi sunatullah dihiaskan dalam diri mereka [Qs.3 : 14]. Padahal Allah sudah menegaskan bahwa kehidupan dunia ini rendah [Qs.57 : 20] yang didalamnya merupakan permainan, senda gurau, dan saling berlomba banyak. Oleh karena itu bagi kita sebagai hamba Allah dituntut untuk memanfaatkan dunia sebaik-baiknya untuk kebahagiaan kita di akhirat kelak, karena dunia ini merupakan tangga untuk menuju kampung akhirat [Qs.7 : 32].

Disamping kita dituntut untuk memposisikan dunia sebagai sarana bagi kepentingan akhirat, kita juga tidak boleh melupakan tujuan Allah menciptakan kita yaitu untuk melaksanan pengabdian kepadaNya [Qs.51 : 56], yang bentuk pengabdian kepada Allah SWT ini meliputi tiga dimensi dimana masing-masing tidak bisa dipisah-pisahkan yaitu:

1. Dimensi Vertikal yaitu bentuk pengabdian kepada Allah SWT yang berupa ibadah taqorrub kepada Allah.
2. Dimensi Horizontal yaitu bentuk pengabdian kepada Allah SWT yang berupa membina hubungan baik dengan alam, yang dalam hal ini memanfaatkan kandungan dengan tidak mengabaikan keseimbangan alam.
3. Dimensi Konsekuensial yaitu bentuk pengabdian kepada Allah SWT yang berupa membina hubungan baik dengan sesama manusia sebagai makhluk Allah SWT.

Untuk dapat menepati ketiga bentuk pangabdian tersebut, masing-masing pribadi kita dituntut untuk senantiasa aktif dalam upaya memperbaiki diri dengan aktivitas tadabbur Al Qur’an [Qs.47:24] karena sudah menjadi ketetapan Allah bahwa Al qur’an ini adalah perbekalan yang sangat meliputi bagi hamba Allah yang melakukan pengabdian [Qs.21 : 106].

Disamping itu ada juga orang-orang yang tidak mau senantiasa mentadabburi al Qur-an, akibatnya bermunculanlah berbagai macam penyakit masyarakat yang mewabah diantaranya :

1. Sceptisisme [Qs.8 : 21- 23].
Sceptisisme adalah suatu penyakit yang tidak mau tahu atau masa bodoh terhadap petunjuk al Qur-an.

2. Agnotisisme [Qs.8:47].
Agnotisisme adalah penyakit yang selain tidak mau mengikuti petunjuk al Qur-an dan bahkan menentang terhadap orang-orang yang menyampaikan al Qur-an.

3. Eklektisisme [Qs.6:116]
Eklektisisme adalah suatu penyakit yang lebih senang dan yakin akan perbuatan kebanyakan orang dari pada petunjuk dari al Qur-an dan Sunnah Rasulullah yang Shohih sehingga dia dalam beribadah kepada Allah lebih memilih untuk mengikuti perbuatan yang dilakukan oleh kebanyakan orang.

4. Hedonisme [Qs. 76:27]
Hedonisme adalah penyakit yang lebih mencintai dunia yang sifatnya segera ini dan mengabaikan kehidupan akhirat yang kekal.

5. Logika [Qs.45:23-24]
Logika adalah penyakit yang lebih mengutamakan hawa nafsu dan mereka beranggapan bahwa mereka hidup dan mati dengan sendirinya tanpa ada yang mengatur.

Untuk dapat mengobati penyakit yang ada dalam diri masyarakat ini tidak lain adalah dengan melakukan aktivitas tadabbur al Qur-an [Qs. 39:18]. Dengan senantiasa mentadabburi al Qur-an inilah akan terbina kesemangatan untuk mengangkat kebesaran nilai-nilai al Qur-an dimuka bumi ini yang nantinya Allah akan limpahkan keberkahan dari langit maupun dari bumi ini [Qs. 5:66].

Melalui ayat diatas tampak berlaku ketetapan Allah dari zaman dahulu sampai sekarang. Dimulai sejak diturunkannya Nabi Nuh as sampai Nabi Ibrahim as sebagai pemegang amanah risalah, kemudian disempurnakan lagi dengan diutus Nabi Musa as sebagai pembawa Taurat dan Zabur, kemudian disempurnakan lagi oleh nabi Isa as dengan kitab Injil, kemudian yang terakhir diturunkanlah Nabi Muhammad saw dengan membawa kitab al Qur-an sebagai penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya. Allah menjadikan lupa bagi tiap-tiap umat terdahulu terhadap kitab suci masing-masing dan Allah ganti dengan yang lebih sempurna yaitu al Qur-an [Qs. 2:106].

Dengan menyadari bahwa al Qur-an adalah kitab yang sempurna, mengapa kita masih meragukannya serta tidak mau senantiasa mentadabburi al Qur-an dan tidak mau ikut serta dalam menjemput janji Allah yaitu akan tegaknya hukum Islam mendunia [Qs.9:33] sehingga nantinya akan ada dua golongan dimuka bumi ini yaitu golongan kafir yang dihinakan Allah dan golongan mukmin yang dimuliakan Allah [al Hadits]:


ـ ليبلغنّ هذا الأمر ما بلغ اليل والنّها ر ولا يترك الله بيت مدرٍ ولا وبر إلأ أدخله اللهُ هذا الدّين بعذّ عذيذٍ او بذل ذليلٍ, عذّا بعذّ اللهُ به الإسلام وذلاّ بذلِّ به الكفْر ـ

رواه مسلم و ابوداود عن شؤبان.

"Sesungguhnya Islam ini akan sampai ke bumi yang dilalui oleh malam dan siang. Allah tidak akan melewatkan seluruh kota dan pelosok desa, kecuali Allah memasukkan Addin ini ke daerah itu, dengan memuliakan yang mulia dan merendahkan yang hina. Yaitu memuliakan dengan Islam dan merendahkan dengan kekufuran"

Dalam menyongsong janji Allah ini maka diperlukan peran serta para ‘ulama untuk melakukan mudzakarah yang dalam prosesnya perjalanannya dibentuklah “Dewan Perancang dan Panitia Pelaksana Pelaksana Mudzakarah ‘Ulama” yang disingkat DP3MU . Dilihat dari perjalanan DP3MU sampai sekarang akan timbullah beberapa pertanyaan antara lain:

- Mengapa dalam kepengurusan “DP3MU”selalu diadakan pengembangan ?
Jawab :

Lahirnya DP3MU adalah melalui proses tadabbur al Qur-an yang menjadi program utama “Yayasan AKUIS” (Amanat Kesejahteraan Umat Islam), dengan maksud mengentaskan “Ulu Baqiyyah” (kelompok sisa) [Qs.11:116], yang terdiri dari Ulama Intellect dan Intellectual Ulama. Dengan itu akan muncul rasa peduli terhadap perkembangan keadaan dan mempunyai wawasan serta sikap yang dipandukan oleh Rasulullah [Qs.9:128]. Kemudian secara kebersamaan bertugas mensosialisasikan al Qur-an [Qs.28:85] dan Hadits Shoheh. Serta berupaya untuk mengumpulkan para Ulama yang waro’ [Qs.35:28], untuk diajak melaksanakan ittifaq (mudzakarah) Ulama [Qs.2:208]. Maka langkah pengembangan dalam kepengurusan itu bertujuan untuk mengerucutkan wawasan dalam menuju titik terang bagi seluruh hamba Allah yang tergabung dalam DP3MU.

- Benarkah DP3MU dalam mengupayakan pelaksanaan Mudzakarah Ulama tidak membedakan keberadaan firqoh dalam Islam


Jawab:
Yang dipedomani oleh Pengurus DP3MU adalah para ‘Ulama yang satu pernyataan, yaitu “Rodlitu billahi robban, wabil Islami dinan, wabi Muhammadin Nabiyyan wa Rasulan” [Hadits Shoheh], karena masalah firqoh adalah “urusan Allah” yang merupakan hak absolut bagiNya [Qs.6:159];

إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ (١٥٩)

“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.”

Inilah satu-satunya jalan menuju kesatuan Dunia Islam secara utuh dan kuat, sebagai awal kesiapan para ‘Ulama dan ummat Islam [Qs.8:73], bagi langkah selanjutnya, yaitu menjemput keadaan yang ditetapkan dalam janji Allah yang tidak dapat direkayasa oleh fikiran (ra’yu) [Qs.59:2].

- Apakah yang menjadi target dari perjalan DP3MU ?

Jawab:

Target dari program DP3MU adalah terlaksananya Mudzakarah ‘Ulama sampai tingkat Mendunia, karena hal ini adalah perintah al Qur-an [Qs.2:208]. Dalam hal ini sangat menuntut kepiawaian para ‘Ulama dalam kebersamaannya, antara lain:

1. Kemauan dan kemampuan dalam menepati Menejeman al Qur-an [Qs.25:52] dengan wujud langkah yang jelas dibenarkan Allah dan Rasul [Qs.6:153]. Dan bukan melaksanakan Menejemen Jibti dengan pola sistem thoghut [Qs.4:51].
2. Mendambakan kesaksian Allah disisiNYa [Qs.3:53]. Dan bukan mengikuti pola system kaum yang mengalami dehumanisasi yang dalam seluruh perilakunya menonjolkan sikap hedonisme intellectual [Qs.76:27].
3. Mewaspadai terhadap pola kiprah kafirin yang mengorbitkan 9 aktor intelektual yang dimotori berbagai bentuk mafia [Qs.27:48-49]. Maka untuk mengatasinya sangat menuntut kemampuan para ‘Ulama dalam melaksanakan sosialisasi al Qur-an [Qs.28:85], melalui penyampaian yang terang, gamblang, jelas dan lugas, karena kebenaran itu adalah hak atas ummat manusia keseluruhan [Qs.12:108].

Dengan demikian dalam Islam yang dituntut adalah pelaksanaan tugasnya, dan bukan hasil untuk dicapai dalam hidup ini. Karena jelas bahwa janji Allah itu pasti, bahwa dalam kehidupan ummat manusia didunia ini di akhir zman pasti ditegakkan Hukum Islam secara muthlaq dimuka bumi ini atas KekuasaanNya; Inila yang disebut “Daulah Islam sedunia, yaitu Khilafatul Muslimin” yang wajib dipercayai dan diyakini oleh setiap Muslim [Qs.24:55].

Disarikan dari Kaderisasi Mubaligh Sunnah, by Ust. Muhammad Bardan Kindarto

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda